Trotoar Oh Trotoar

Sukawi, Sukawi (2006) Trotoar Oh Trotoar. Jurnal Arsitektur Fakultas Teknik Undip .

[img]
Preview
PDF - Published Version
11Kb

Abstract

Trotoar merupakan suatu area yang digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Berjalan kaki merupakan salah satu aktivitas yang memerlukan ruang, dan bagian dari sistem transportasi dalam suatu kota. Sehingga terjalin adanya kesinambungan dengan elemen transportasi lainnya seperti parkir, halte, dan sirkulasi kendaraan. Menurut Grigg (1988), infrastructur sebuah kota terdiri dari 6 unsur: Roads group, Transportation service group, Water group, Waste Management Group, Building and outdoor sports group, energy production an distribution. Trotoar sebagai salah satu pelengkap dari “road - street” ternyata berkaitan dengan ke 6 unsur tersebut, yang erat hubungannya dengan jalur transportasi (halte, parkir), saluran air (terbuka atau tertutup), tempat sampah, jaringan telpon / listrik yang penempatannya diatas atau dibawah trotoar. Menurut Danisworo (1991), trotoar merupakan jalur pejalan kaki yang dibuat terpisah dari jalur kendaraan umum, biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan. Pengertian ini sesuai dengan Ogden (1996) yang menyatakan, footpath atau side walk berarti jalur pejalan kaki yang mengambil bagian dari jalan kendaraan atau jalur yang terpisah khusus untuk pejalan kaki saja, tetapi ada jalur pejalan kaki yang digunakan bersama-sama dengan jalur sepeda. Shirvani (1985) menyatakan trotoar merupakan elemen perancangan kota yang penting, yaitu membentuk hubungan antar aktivitas pada suatu lokasi. Trotoar merupakan subsistem linkage dari jalur jalan suatu kota. Trotoar akan semakin penting bila pejalan kaki adalah sebagai pengguna utama jalur tersebut bukan kendaraan bermotor atau yang lainnya. Di kota Semarang, sering terlihat bagaimana koridor jalan tersebut fungsinya hanya untuk alur lalu lintas kendaraan bermotor semata sehingga mengesampingkan jalur pejalan kaki. Hal ini sering berdampak pada miskinnya trotoar (trotoir bahasa Perancis) di koridor jalan dan kalaupun ada hanya merupakan sisa dari badan jalan. Kota Semarang yang berorientasi pada mobil, keberadaan hak pejalan kaki atas ruang kota yang sehat dan layak secara fisik, sering kali tersisihkan. Jalur pejalan kaki semakin sempit, terputus-putus, gersang, panas, berdebu, dan tidak manusiawi adalah sederetan alasan mengapa jarang ada warga kota yang mau berjalan kaki. Kondisi ini diperburuk dengan kemacetan pada jam jam sibuk, dimana trotoar yang sudah sempit pun dipakai oleh pedagang kaki lima (PKL) untuk menggelar dagangannya dan menjadi jalur alternatif motor-motor nakal saat macet menghadang. Di Indonesia, salah satu kota yang berhasil mengelola trotoarnya dengan aktivitas kehidupan sosial dan menjadi citra kota adalah kota Yogyakarta dengan jalur pejalan kakinya di Malioboro. Kita harapkan pemerintah kota Semarang tergerak untuk menyediakan, memonitor, dan menertibkan penggunaan trotoar yang memang untuk jalur pejalan kaki.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:1465
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:21 Oct 2009 15:21
Last Modified:21 Oct 2009 15:21

Repository Staff Only: item control page