ZAIMAN, IKHSAN FERNANPI (2004) KEBIJAKAN PEMBENTUKAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 5Mb |
Abstract
In this time is happened stagnancy in the effort to control corruption in Indonesia, especially in big corruption cases, which entangle governmental functionary. Law enforcement to fight against corruption conducted conventionally proven to during the time experience of various resistance. Therefore needed the method of law enforcement extraordinarily through forming a special body, which has wide of authority, independent and also free from influence of executive, legislative and also judicative power. Consequence of confession that corruption represent remarkable badness (extra-ordinary crime), its handling even also must be done extraordinarily also. Extra-ordinary effort which must be selected, for example with forming Anti Corruption Commission and Special Court for Corruption, as contained in Act Number 30 Year 2002 about Anti-Corruption Commission. Forming of Anti Corruption Commission represent a new law breakthrough in Indonesia criminal justice system. The aplication of anti corruption commission must be done carefully, in order not to arise new problems. Formation policy of anti corruption commission, representing integral part of policy of criminal law in control of corruption. Policy oriented approach is the approach that be used in this research. Normative judicial approach represents especial main approach method in this research. Comparative judicial approach is used for the analysis of comparison and with various institute of anti corruption in other state that related to forming of anti corruption commission in Indonesia. Government's policy to establish a commission or body of anti corruption representing decision of governmental politics which have got approval of Parliament, representing materialization of article No. 43 sentence (2) Act Number 31 Year 1999 about Eradication of Corruption. This Policy of background overshadow by efficacy of independent institute of similar anti-corruption commission in other state, the classifying of corruption as a crime which is difficult to be reached by law, law enforcement not to done effectively by the law officer, because there is no independence from other party interference and the inconsistency of law policy by government. Formation of Anti Corruption Commission in Indonesian criminal justice system, generate the problem of law that is in the case of investigation and prosecution authority collision with law enforcement institutions, forming of special justice of corruption and the integration of Commission for Auditing the State Official's Wealth into Anti Corruption Commission. Saat ini sedang terjadi stagnansi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, khususnya dalam kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan para pejabat negara. Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Oleh karena itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai wewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan eksekutif, legislatif maupun judikatif. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan suatu terobosan hukum yang barn dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Hal ini tentunya juga memerlukan penanganan yang hati-hati dalam pelaksanaannya agar tidak timbul permasalahan bare. Konsekuensi dan pengakuan bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crime) adalah penanganannya pun harus dilakukan secara luar biasa pula. Extra ordinary effort yang hams dipilih, antara lain dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Khusus Korupsi, sebagaimana tercantwn dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kebijakan pembentukan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan bagian integral dari kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana korupsi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach). Pendekatan yuridis normatif merupakan metode pendekatan utama dalam penelitian ini. Pendekatan yuridis comparatif digunakan untuk analisa dan perbandingan dengan berbagai lembaga antikorupsi negara lain yang berkaitan dengan pembentukan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk membentuk suatu badan atau komisi anti korupsi yang merupakan keputusan politik pemerintah yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), merupakan perwujudan dan amanat Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh keberhasilan lembaga independen anti korupsi serupa di negara lain, diklasifikasikannya korupsi sebagai tindak pidana yang sulit dijangkau oleh hukum, tidak efektifnya pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum saat ini, karena masih banyak terjadi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan dan tidak jelasnya politik hukum pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem peradilan pidana Indonesia menimbulkan masalah-masalah hukum yaitu dalam hal benturan kewenangan penyidikan dan penuntutan dengan institusi penegak hukum lainnya, pembentukan pengadilan korupsi dan peleburan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelengara Negara ke dalam Komisi Pemberantasan Korupsi
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 14629 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 16 Jun 2010 16:56 |
Last Modified: | 16 Jun 2010 16:56 |
Repository Staff Only: item control page