KEBIJAKAN KRIMINALISASI DAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH

MARWANTO, ISKANDAR (2004) KEBIJAKAN KRIMINALISASI DAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
7Mb

Abstract

Legal policy of local government, based on the act of local government number 22 1999 about local government, by organizing local autonomy just enables to carry the penal policy out to the local, i.e. the spaces to arrange criminal law regulations in the local regulations (PERDA). Administrator can criminalize, or threaten to the acts opposing the development purpose, life insights, philosophy, traditions, values and convention of local people with an exile of criminal punishment at PERDA. In connection with criminalization at PERDA which truly is a part of this administration law, there are two basic things need to observe, how opinion basic decide which action have to be exiled with criminal punishment at PERDA and how is the policy select criminal punishment to the action criminalized. The two cases need to be emphasized, considering in administration law, criminal punishment is ultimum remedium. The investigation to those two cases needs to be done, because the fault or weakness of formulation policy is strategic false which can be the barrier of preventing to crime at the application and execution step. Whereas the success in formulation step step will avoid "the crisis of over criminalization" and "the crisis of overreach of the criminal law". Then by using normative juridical approach method, the two main cases are analyzed to get solution. In connection with the first case, to decide which action need to be exiled by criminal punishment, so we need measuring rod, for example observed from the purpose of PERDA, policy approach and values approach, crime purpose, the synchronization of crime consideration basis with the three cases and be the relevant measuring rod or not the criminal punishment is exiled in PERDA. Besides, in connection with the second case, so far the penal sanction policy in local regulations which exile maximum detention or fine punishment to PERDA offence, does not reflect the ideas of criminal flexibility or elasticity, and criminal individualism, so it is difficult to apply. Besides that, the formulation leads to negative effects of short terms imprisonment contained in "the detention". In this PERDA the more appropriate criminal punishment is fine punishment or Community Service Orders, without closing the possible administrative punishment and non-custodial as the main punishment. Politik hukum pemerintahan di daerah, yang didasarkan pada Undang¬Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dengan pelaksanaan otonomi daerah sebenarnya mengandung kemungkinan untuk melaksanakan politik hukum pidana bagi daerah, yakni adanya celah-celah untuk menyusun peraturan perundang-undangan pidana dalam peraturan daerah (PERDA). Penyelenggara pemerintahan di daerah dapat mengkriminalisasikan, yakni mengancam perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan tujuan pembangunan, pandangan hidup, falsafah, adat istiadat, nilai-nilai serta kebiasaan masyarakat setempat dengan suatu ancaman sanksi pidana dalam PERDA. Berkenaan dengan kriminalisasi dalam PERDA yang sebenarnya merupakan bagian dari hukum administrasi ini, terdapat dua permasalahan mendasar yang perlu dicermati, yakni bagaimanakah dasar-dasar pertimbangan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang perlu diancam dengan sanksi pidana dalam PERDA dan bagaimanakah kebijakan untuk memilih sanksi pidana terhadap perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan tersebut. K.edua permasalahan ini perlu ditekankan, mengingat dalam hukum administrasi sanksi pidana hanya bersifat ultimum remedium. Pengkajian terhadap kedua permasalahan pokok tersebut perlu dilakukan, mengingat kesalahan atau kelemahan kebijakan formulasi merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Sedangkan keberhasilan pada tahap formulasi akan menghindarkan terjadinya apa yang dinamakan "krisis kelebihan kriminalisasi" dan "krisis kelampauan batas dari hukum pidana." Selanjutnya dengan memakai metode pendekatan yuridis normatif kedua permasalahan pokok tersebut dianalisis guna memperoleh cara-cara pemecahannya. Berkaitan dengan permasalahan pertama, untuk menentukan perbuatan¬perbuatan mana yang perlu diancam dengan sanksi pidana, maka diperlukan tolok ukur antara lain ditinjau dari tujuan PERDA, pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai, maupun tujuan pemidanaan. Sinkronisasi dasar-dasar pertimbangan kriminalisasi dengan ketiga hal tersebut dapat menjadi tolok ukur relevan atau tidaknya sanksi pidana diancamkan dalam PERDA. Sementara itu, berkenaan dengan permasalahan kedua, maka kebijakan sanksi pidana dalam peraturan daerah selama ini yang mengancamkan maksimum pidana kurungan atau pidana denda terhadap pelanggaran PERDA, tidak mencerminkan ide fleksibilitas atau elastisitas pemidanaan maupun individualisasi pidana, sehingga sulit diterapkan. Selain itu, perumusan demikian mendorong timbulnya efek-efek negatif dari pidana penjara jangka pendek yang terkandung dalam pidana kurungan. Dalam PERDA ini sanksi pidana yang lebih tepat dirumuskan adalah pidana denda atau pidana kerja sosial, tanpa menutup kemungkinan hanya dijatuhkannya sanksi yang bersifat administrasi dan tindakan sebagai sanksi yang utama.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law
ID Code:14627
Deposited By:Mr UPT Perpus 2
Deposited On:16 Jun 2010 16:53
Last Modified:16 Jun 2010 16:53

Repository Staff Only: item control page