Menata Potensi Taman Tugumuda

Sukawi, Sukawi (2009) Menata Potensi Taman Tugumuda. Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur FT Undip .

[img]
Preview
PDF - Published Version
11Kb

Abstract

Sekarang ini, banyak anak muda melewatkan malam Minggu dengan berwisata di bundaran Tugumuda. Taman kota yang dahulu hanya dimanfaatkan anak-anak jalanan untuk tempat bermain itu kini menjadi lebih ramai. Dengan menikmati malam dan melewatkan waktu untuk sekedar nongkrong di bundaran Tugumuda, memang sedang menjadi tren anak muda Semarang saat ini. Mereka duduk-duduk di sekitar kolam, maupun di atas rerumputan. Sekarang, bundaran Tugumuda hampir selalu dipenuhi pengunjung, terutama pada malam hari. Berbagai aktivitas dilakukan masyarakat di tempat tersebut. Mulai dari sekadar nongkrong, jalan-jalan, hingga berfoto ria di sekitar taman. Tak jarang pula, terlihat anak-anak berlari dan bermain bebas di tempat itu. Mereka ingin menikmati tempat terbuka di tengah kota, yang bisa untuk rekreasi tanpa dipungut biaya. Dengan menikmati view di sekitar Tugumuda, tidak hanya air mancur yang didesain lebih indah, tapi juga pemandangan ke gedung Lawangsewu yang terlihat indah dari Tugumuda. Pada malam hari, Tugumuda terlihat begitu sempurna di tengah air mancur, ditambah pendaran lampu di sekitarnya. Belum lagi kalau foto-foto di taman yang menghadap Lawangsewu. Awalnya taman Tugumuda memang dikembangkan sebagai taman pasif. karena itu penampilan fisik kawasan tetenger kota itu pun berpagar dan tidak memiliki lahan parkir. Sehingga keberadaannya tidak hidup dan antipublik. Bahkan sampai sekarang pun ada papan bertuliskan dilarang memasuki taman dan menginjak rumput. Tumbuhan yang ditanam pun masuk dalam kategori semak dan bunga. Taman kota ini di desain bukan menjadi ruang publik dan sekadar berfungsi sebagai alur perputaran lalu lintas. Konon ide dan gagasan pembentukan taman dan monumen Tugumuda ini untuk menandai dan memperingati jasa-jasa para pahlawan. Pembangunan tugu peringatan itu tidak di tengah alun-alun Kota Semarang seperti yang direncanakan semula, namun di simpanglima Jalan Pemuda yang selama pertempuran lima hari merupakan salah satu kawasan pertempuran yang amat penting. Tugumuda yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 20 Mei 1953, merupakan kawasan yang bernuansa religius, budaya, pendidikan, dan bisnis. Harapannya, kelak akan berkembang menjadi ruang aktivitas yang pluralis. Tugumuda dan sekitar adalah ruang publik sehingga semestinya menjadi ruang yang benar-benar publik. Ruang publik mengandaikan demokrasi pluralis, diharapkan orang menikmati keberadaan bersama orang lain. Saat ini kawasan Tugumuda pada malam hari berubah menjadi tempat wisata baru. Hal ini ternyata menciptakan masalah baru pula, yakni tidak ada lahan parkir bagi para pengunjung. Untuk itu perlu kantong parkir Tugumuda yang dapat memanfaatkan gedung-gedung di sekitar kawasan Tugumuda seperti Gedung Pandanaran, Lawangsewu, Gereja Katedral, atau Museum Mandala Bhakti. Sekaligus perlu petunjuk yang jelas agar pengunjung tidak parkir di bundaran taman yang akan menambah kesemrawutan lalu lintas dan membuat kemacetan di Tugumuda. Selain parkir, masalah sampah yang tersisa dari aktivitas masyarakat setiap malam, semakin meningkat. Dengan banyaknya orang yang berkumpul, maka mulai muncul pedagang asongan yang menjajakan makanan dan minuman. Walaupun sudah ada beberapa tempat sampah yang tersebar di sepanjang taman, tapi kesadaran masyarakat dalam membuang sampah memang perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu beberapa papan peringatan untuk tidak membuang sampah sembarangan dan dinas kebersihan dapat lebih memfokuskan pada pengelolaan sampah di bundaran Tugumuda. Karena perkembangan zaman, pemerintah dapat pro aktif untuk merubah desain tamannya, agar masyarakat bisa menikmati dan menggunakannya. kawasan Tugumuda di masa mendatang perlu dikembangkan dengan konsep new civic square. Dengan menambahkan beberapa tempat duduk (kursi taman), maka pengunjung tidak akan duduk di rerumputan dan merusak tanaman yang ada. Karena merupakan monumen yang sangat bersejarah, maka perlu pencegahan dari tindakan vandalism berupa coretan-coretan yang menodai benda bersejarah ini. Oleh karenanya, perlu mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut peduli menjaga kelestarian peninggalan cagar budaya agar tetap lestari sepanjang masa. Monumen ini harus ada yang menjaga dari tangan jahil orang yang tidak bertanggung jawab. Ruang publik baru ini sebenarnya dapat mengurangi kepadatan Simpanglima, sehingga pemerintah kota perlu mendukung untuk menata kembali kawasan taman tugu muda menjadi ruang public yang aksesibel bagi semua. Dalam Catalysts in the Design of Cities, Wayne Attoe (1989) mengemukakan konsep tentang cara membangkitkan aktivitas ruang kota ’’mati’’, sehingga produktivitas kota dapat ditingkatkan kembali. Karakter yang berhubungan dengan aktivitas publik adalah kontinuitas waktu kegiatan, aksesbilitas, daya tampung terhadap jumlah masyarakat, sejarah perkembangan kawasan dan yang terpenting adalah mengakomodir aktivitas masyarakat tanpa membedakan kelas sosial dan status dengan batasan-batasan kemaslahatan umat manusia. Dengan memublikkan Taman Tugumuda akan menumbuhkan kawasan segi tiga emas Simpanglima-Tugumuda-Gajahmada sekaligus menjadi wisata ruang publik kota yang baru. (35)

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:1461
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:21 Oct 2009 14:47
Last Modified:21 Oct 2009 14:47

Repository Staff Only: item control page