KRISTIANA, YUDI (2001) INDEPENDENSI KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 5Mb |
Abstract
The effort of fighting against corruptions has been doing since the founding of the Indonesia Republic, otherwise the result has't got satisfaction right now. Even the handling of Soeharto's corruption and his crony which has been a simbol of corruption, haven't given the result as the society need. The efford of finishing the corruption problem three': the changing of the law's have been doing by the cangging of the regulation' corruption, since from PPM. Prt/PM-06/1957, PPM Prt/PM-08/1957, PPM. Prt/PM-011/1957, PPM/PM-013/1958, Act No. 24 /1960, Act No, 3/1971 until Act No. 31/1999. Eventhough the main problem of the corruption does not lies in the corruptions Act itself, but in the institution in behold of corruption. The Prosecution service which has the power to fight against corruption has got the big strugle, in which related with the caracteristic of corruption itself. The people who do the corruption are the people who have the power or they are in the innercircle of the power, in this case (executive). As the prosecutions service carried out the yudicative fuction (in this case the investigation of corruption), in the executive institution which is the Athourney General as the top leader brat must be responsible to tile President. The situation like this make the trouble by he prosecuton service in handling the corruption often got the intervention from the politic power. Further will get-effect and also make prosecution service not independent. So there are two main things cased the Act which doesn't give the independency especially to the prosecution in corruption investigation, the second is sociological factors. That is why we need the independency of prosecutions service. Related to the problem obove, Act No. 5/1991 about the prosecution service must be changed which give more comfortable to the prosecution service in investigation of corruption so there is impossible the interfere from other powers. The main thing must be done in achieving this independecy can be start by depolitization of prosecution service, the independency of public proseution, the elimination of 011C of Prosecution- and increasing professionalism by improving of recruitment. promotions. placement, reward and punishment. PP 1 the increasing of social well fare and giving the operational fasilities of prosecution Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi, telah dilakukan semenjak awal berdirinya Republik in!. Namun demikian, hingga kini belum membuahkan hasil yang mamadahi. Bahkan penanganan dugaan KKN man tan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya yang sementara ini dianggap sebagai simbul korupsi, hingga kini belum membuahkan hasil yang diharapkan masyarakat. Upaya penyelesaian masalah korupsi melalui perubahan perangkat hukum telah dilakukan dengan perubahan UU korupsi, mulai dari PPM. Prt/PM-06/1957, PPM. Prt/PM¬08/1957, PPM. Prt./PM-011/.1957, PPM. Prt./PM-013/1958, UU No. 24 th. 1960, UU No. 3 th. 1971 hingga UU No. 31 th. 1999. Namun demikian rupanya pokok permasalahan penyelesaian korupsi tidak hanya terletak pada aturan perundang¬undangan, tetapi pada Jembaga yang menangani tindak pidana korupsi tersebut. Kejaksaan yang selama ini berwenang, terayata mendapatkan hambatan-hambatan besar dalam menangani tindak pidana korupsi. Hambatan tersebut berkaitan dengan karakteristik korupsi itu sendiri dimana pelaku tindak pidana korupsi biasanya adalah mereka yang memiliki kekuasaan atau berada dalam lingkaran pemegang kekuasaan dalam hal ini (eksekutif). Sementara Kejaksaan sendiri meskipun menjalankan fungsi yudikatif (dalam hal ini penyidikan korupsi), adalah lembaga eksekutif yang dimana Jaksa Agung sebagai pucuk pimpinan bertanggungjawab kepada Presiden. Keadaan yang demikian menjadikan dilema bagi Kejaksaan karena dalam penangan kasus korupsi sering mendapatkan intervensi dari kekuasaan politik. Lebih lanjut akan berdampak sekaligus menjadikan Kejaksaan tidak independen. Jadi terdapat dua faktor utama yang menyebabkan Kejaksaan tidak independen, yang pertama karena faktor perundang-udangan yang tidak memberikan independensi terhadap Kejaksaan khususnya dalam penyidikan korupsi, dan yang kedua adalah faktor-faktor sosiologis. Itulah sebabnya. perlu pemikiran tentang independensi Kejaksaan. Sehubungan dengan hal tersebut, UU No. 5 th. 7.997 tentang Kejaksaan perlu diganti dengan dengan UU Baru yang memberikan keleluasaan bagi Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi sehingga tidak memungkinkan untuk diintervensi dari kekuasaan lain. Hal utama yang harus diupayakan dalam rangka mencapai independensi Kejaksaan ini dapat dimulai dengan depolitisasi Kejaksaan, independensi Jaksa, penghapusan doktrin "Kejaksaan adalah satu", dan peningkatan profesionalisme Jaksa dengan pembenahan dalam bidang rekruitmen, promosi, placement, reward and punishment, PPJ, peningkatan kesejahteraan dan pengadaan fasilitas operasional Jaksa.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 14558 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 16 Jun 2010 09:18 |
Last Modified: | 16 Jun 2010 09:18 |
Repository Staff Only: item control page