FUNGSI DAN PERANAN MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI PENYIMPANGAN DI DALAM PRAKTEK HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

TAKARIAWAN, AGUS (1999) FUNGSI DAN PERANAN MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI PENYIMPANGAN DI DALAM PRAKTEK HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA. Masters thesis, PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO .

[img]
Preview
PDF - Published Version
4Mb

Abstract

RINGKASAN Mahkamah Agung (MA) adalah salah satu pelaksana kehakiman sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Disamping itu MA, membentuk badan-badan peradilan lain, sebagaimana bunyi pasal 24 UUD 1945. Apa yang dimaksudkan dengan kekuasaan kehakiman (judicial power) tidak dijelaskan, selain dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh "kekuasaan pemerintah". Jika yang dimaksudkan dengan kekuasan pemerintah itu executive power, dapat diartikan bahwa kekeuasaan kehakiman tidak terlepas dari pengaruh legislatif power. Persoalannya apakah fungsi MA tersebut sudah berjalan sevara semestinya ? Banyajknya suara-suara yang berupa kritik yang ditujukan terhadap keberadaan, fungsi dan peran keadilan. Fungsi dan peran keadilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat, lambat dan buang waktu, biaya mahal dan kurang tanggap terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlampau formalistik dan terlampau teknis. Hal ini mengakibatkan penyelesaian perkara pidana menjadi lambat dan berlarut¬larut. Dalam suatu negara hukum dan bermasyarakat demokrasi, eksistensi peradilan, sebagai lembaga dan kekuasaan yudikatif, masih tetap diakui dan dibutuhkan sebagai katup penekan atas setiap pelenggaran hukum; tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan; penjaga kemerdeakaan warga masyarakat dari pelenggaran HAM. Salah satu penghambat penyelesaian perkara yang cepat dan biaya ringan, antara lain disebabkan semua jenis perkara apapun dapat dimintakan upaya hukum seperti banding, kasasi, dan permintaan peninjauaian kembali. Akibatnya semua perkara mengalami proses yang panjang dan menumpuk di MA (dalam tingkat kasasi). Salah satu masalah klasik, tetapi tetap relepan dan ramai dibicarakan ialah sistem "kemandirian" kebebasan kakuasaan kehakiman. Pengadilan sebagai kekuasaan kehakiman dan kekuasaan eksekutif, mempunyai dua sasaran pokok, Pertama, untuk mejamin teralaksananya peradilan yang jujur dan adil, dan Kedua, agar peradilan mampu berperan mengawasi semua tindakan pemerintahan. Berlakunya Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah menimbulkan perubahan mendasar, baik secara konsepsional maupun secara implemental terhadap tata cara penyelasaian perkara pidana di Indonesia. Obsesi adanya kepastian hukum dan keadilan di Indonesia saat ini jauh dari apa yang diharapkan masyarakat. Kekecewaan masyarakat terhadap praktik pelaksanaan KHAP sudah sedemikian meluas sehingga saat ini erosikewibawaan hukum dan integritas sebagian besar aparatur hukum sudah mencapai titik dibawah nadir. Jadi pada pokoknya kakuasaan kehakiman adalah kekuasaan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sesuai dengan fungsinya itu maka sudah sepantasnya bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus; permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; melakukan pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan lain; menguji dan menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan yang berada dibawah undang-undang; memberikan nasehat dan pertimbangan hukum kepada lembaga-lembaga tinggi lainya.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law
ID Code:13695
Deposited By:Ms upt perpus3
Deposited On:08 Jun 2010 08:25
Last Modified:08 Jun 2010 08:25

Repository Staff Only: item control page