KOESWIYONO, KOESWIYONO (2003) KERJA SAMA OPERASIONAL (ICSO) ANTARA PT. TELKOM (BUMN) DENGAN MITRA USAHANYA DI BIDANG TELEKOMUNIKASI. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 6Mb |
Abstract
In line with the increasing public demands of telecommunication service, in term of quantity and quality and in the frame of entering a free trade era, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TELKOM) has to encounter several issues such as funds limitation, human resources and technology which eventually force TELKOM to engage in a joint operation scheme (KSO) with its Business Partners. This research emphasizes on the secondary data obtained from library research and the primary data from field research which support the review of secondary data by using yuridical emphirical approach. This approach is used to find and analyze the compliance between law paradigm, positive law philosophical base and ground and the realities, concerning the logical and yuridical consequences which may arise as a result of joint operation scheme between TELKOM (State Owned Enterprises) and its Business Partners to support the operational activities. The reasons that TELKOM engages in a joint operation scheme are to accelerate the expansion and development of telecommunication network, to improve the human resources competence, to transfer the technology, to prepare entering free trade era, to achieve World Class Operator and to open opportunity for the national private sector and international investors to participate in the development of Indonesian telecommunication. In order to achieve such objectives, the implementation of joint operation scheme (KSO) is controlled from both internal by the KSO Committee, Board of Commissioners and Board of Directors and from external by the government and the public to ensure that the joint operation scheme stick to its original objectives. Legal deregulations which has direct impacts to TELKOM are Law Number 5 year 1999 concerning the antimonopoly and prohibition of unhealthy business practices, Law No. 8 / 1999 concerning Consumers Protection which demands the business doers to give prime service both in term of product and service, honesty and certainty to customers; Law Number 22 year 1999 concerning Regional Authonomy and Law Number 25 year 1999 concerning the Financial Balance between Central Government and Regional Government which have influence on the company's business structure which has been centralized so far leading to decentralization and Law Number 36 year 1999 concerning Telecommunication as well as the telecommunication blue print which regulates the Indonesian telecommunication business map. Seiring dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat terhadap jasa telekomunikasi, tidak hanya dari segi kuantitasnya, tetapi juga dari segi kualitas layanan yang diberikan dan dalam rangka memasuki era pasar bebas PT. TELKOM menghadapi masalah adanya keterbatasan dana, sumberdaya manusia, dan teknologi yang pada akhirnya mendorong PT. TELKOM untuk melakukan Keijasama Operasi (KSO) dengan Mitra Usaha. Penelitian ini dititik beratkan pada data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan data primer dari penelitian lapangan yang mendukung pengkajian data sekunder dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris, karena untuk menemukan dan menganalisis kesesuaian antara paradigma hukum, asas-asas dan dasar faisafah hukum positif dengan realitasnya, mengenai konsekuensi-konsekuensi logis dan yuridis yang timbul sebagai akibat Kerja sama PT. Telkom (BUMN) dengan Mitra Usaha dalam mendukung Kegiatan Operasi. Alasan perlunya PT. TELKOM melakukan kerjasama operasional adalah untuk mempercepat perluasan dan pembangunan jaringan telekomunikasi, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, alih teknologi, persiapan memasuki era pasar bebas, mempercepat pencapaian world class Operator dan membuka peluang bagi swasta nasional dan intemasional untuk berperan serta dalam membangun pertelekomunikasian Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam pelaksanaan kerjasama operasi dilakukan kontrol baik dari dalam (intemal) yang dilakukan oleh komite keijasama operasi (KK50), dewan direksi dan komisaris maupun pengawasan dari luar (ekstemal) yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk menjamin bahwa kerjasama operasi berjalan sesuai dengan tujuan semula. Deregulasi Perundangan yang berdampak langsung kepada TELKOM adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hak Konsumen yang menuntut pelaku bisnis, untuk memberi pelayanan yang prima, baik dari sisi produk maupun pelayanan serta kejujuran dan kepastian pada pelanggan; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang berdampak pada struktur bisnis perusahaan yang selama ini tersentralisasi di pusat menuju pada desentralisasi; serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta cetak biru (blue print) telekomunikasi yang mengatur kembali peta bisnis telekomunikasi Indonesia.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13407 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 1 |
Deposited On: | 04 Jun 2010 09:52 |
Last Modified: | 04 Jun 2010 09:52 |
Repository Staff Only: item control page