Anto, It Heri Febri (2001) PERGESERAN KEBIJAKAN LEGISLATIF PERUMUSAN TINDAK PIDANA POLITIK DI INDONESIA ERA REFORMASI. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 5Mb |
Abstract
In the era of "reformasi" social comunities make "referendum" to the political product of "Orde Baru", freely. Law as a political product become a central isues to be "referendum". One of the political produts has to be refered is crime of politic. The politic crime which has to be dominated in the era of Orde Baru is: 1. Subvertion act No. 11/PnPs/1963. 2. Act of "hatzaai artikelen" (art. 154, 155 & 156 KUHP). In the era of reformasi, government has responded by produced act No. 26/1999 wchich retired act No. 11/PnPs/1963 and produced act No. 27/1999 in which 6 art from the act No. 11/PnPs/1963 to the KUHP art 107. Crime of Politic which has been given grasi, amnesti, abolisi. It was recognise that the paradigm to over view politic crime, although it was born in the era of reformasi has not been change. It means the crime of politic has been being constructed as a crime which done by people against government, but the crime which done by the politition has not been covered. In Indonesia, the crimeF of politic which done by the politition has become a potensial dis-integration, by using SARA for the political purpose Pada era reformasi ini masyarakat secara bebas melakukan "referendum(" terhadap berbagai produk politik yang dihasilkan selama orde baru berkuasa. Hukum sebagai salah satu produk politik menjadi tema yang menonjol mengalami referendum tersebut. Di antara sub tema dari produk politik yang berupa hukum adalah tentang "tindak pidana politik". Tindak pidana politik di Indonesia selama era Orde Baru dan Orde•Lama yang paling dominan menjadi sorotan adalah: 1. tindak pidana yang diatur dalam UU No. 11/PnPs/1963, tetang Pemberantasan Kegiatan Subversi. 2. Pasal-pasal hatzaai artikelen (Pasal 154, 155 dan 156 KUHP) Terhadap arus reformasi tsb pemerintah meresponsnya dengan UU No. 26 th 1999 tentang pencabutan UU No. 11/PnPs/1963 dan UU No. 27 tahun 1999 yang menambah enam buah tindak pidana (materi berasal dari UU. 11/PnPs/1963 yg masih dianggap relevan) ke dalam Pasal 107 KUHP. Terhadap proses peradilan yang dikenakan kepada para pelaku/tertuduh tindak pidana politik juga diberikan grasi, amnesty, abolisi. Patut dicatat adalah bahwa paradigma dalam memandang tindak pidana politik walaupun basis social yang melahirkannya adalah era reformasi, belum banyak berubah. Artinya kejahatan politk masih dikonstruksikan sebagai kejahatan oleh warga masyarakat, terhadap system kekuasan, sedangkan kejahatan oleh pemegang kekuasaan yang biasanya dilakukan oleh pejabat/penguasa/politisi kiranya belum menjadi perhatian yang serius. Di Indonesia kejahatan oleh politisi saat ini menjadi ancaman serius yang berujung pada ancaman disintegrasi bangsa. Penggunaan SARA untuk tujuan¬tujuan politik tertentu sudah sering dikeluhkan masyarakat
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13389 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 04 Jun 2010 09:35 |
Last Modified: | 04 Jun 2010 09:35 |
Repository Staff Only: item control page