. Susanto, I. S (2000) UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP TINDAKAN KEKERASAN OLEH POLISI DALAM PENYIDIKAN DI WILAYAH TEGAL. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 6Mb |
Abstract
Among law enforcement works, police is the most interesting job. Police, essentially can be seen as a live — law, because in police's hand the law gets its realization, at least in criminal law. As one component of the criminal justice system, police makes straight contact with society in its duty both as law enforces and as crime fighter. Generally, people see police as realization of state monopoly to conduct violence, a matter that can be easily seen throught police's appearance with its uniform and equipment. Morever, in investigation process, violence is considered as the most effective method for investigating, furthermore if that matter is pushed by obligation to finish law suit on time, the lack of infrastructure and cost for investigation violence is use as mechanism of short — cut. Tendency to pursue plead — guilty instead of principal justice causes police justifies the means to get througt with it. Criminal Procedural Law does not place severe obligation about acknowledgement of suspect rights when they are arrested or detained. In this case, Miranda Rules was a lesson for the law officer, cause the negligence to mention suspect's right brought the consequence of liberation in the United State Supreme Court. In the whole world itself, the concern for violence progress that happened especially in law enforcement, already started since the legalization of Declaration of Human Right in 1948, which is continued afterward in international agreement in Civil Right and Politics, and Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, which place obligation enforcing human right as Ega Omnes. The summary that can be gained from this research are: 1. Form of violence that found are phisical violence with either organ or tools like stick, rattan, or plastic club; drowning head into water and get fired/shooted; psyche violence like get naked in prison cell, get threatened to be kill with a gun hold-up stuck on head, suspect get investigated in the whole of night. 2. Effort to meet Clearence Rate target has dominant influence, considering that clearence rate target is the closest aim of police institution's purpose in criminal justice system, which is to finish crime case or criminal act by the most efficient way. Another factor is relation between police and suspect, also mass pressure so that can solve crime immediately without estimating abstracle that exist either is related with personal, structure or police's own capabiliy. 3. Protection effort of human right against violence act in investigation can be conducted such as follow: a. Independent Police post era has to make changes immediately either in quality, cultural or managerial, to go toward as civilian and professional police officer. b. Improve the investigator's professionalism througt improvement of formal and informal education, chance to add and develop insight along with knowledge. c. Improve lawyer's participation since the first contack with police. Diantara pekerjaan penegakan hukum, pekerjaan polisi paling menarik. Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan Polisi hukum mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya di bidang hukum pidana. Sebagai salah sate komponen sistem peradilan pidana, Polisi banyak berhubungan langsung dengan masyarakat dalam tugasnya sebagai Law Enforcer maupun sebagai Crime Fighter. Secara umum orang melihat Polisi merupakan perwujudan dan monopoli negara untuk melakukan kekerasan, suatu hal yang dapat dilihat dengan mudah dari sosok penampilan polisi dengan seragam dan perlengkapannya. Apalagi dalam melaksanakan tugas penyidikan, kekerasan dianggap sebagai metode yang efektif dalam menyidik apalagi kalau hal tersebut didukung oleh tuntutan untuk menyelesaikan perkara tepat waktu, kurangnya biaya dan prasarana penyidikan, kekerasan dipakai sebagai mekanisme jalan pintas. Kecenderungan untuk lebih mengejar pengakuan bersalah dari pada kebenaran yang hakiki menyebabkan polisi berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. KUHAP tidak meletakkan kewajiban yang tegas tentang pemberitahuan hak-hak tersangka ketika mereka ditangkap, ditahan; dalam hal ini Miranda Rules merupakan pelajaran bagi aparat penegak hukum karena kelalaiannya mengucapkan hak tersangka membawa konsekuensi pembebasan ditingkat Mahkamah Agung Amerika Serikat. Di dunia Intemasional sendiri, keprihatinan akan maraknya kekerasan yang terjadi khususnya dalam penegakan hukum, sudah dimulai sejak disahkannya Declaration of Human Right, tahun 1948 yang kemudian dilanjutkan dalam perjanjian Intemasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Convention Agains Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, yang meletakkan kewajiban menegakkan HAM sebagai Ega Omnes. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah: 1. Bentuk kekerasan yang dijumpai adalah kekerasan fisik balk dengan anggota badan maupun dengan menggunakan alat seperti kayu, rotan atau alat penthungan dari karet, membenamkan kepala kedalam air, dan ditembak; kekerasan psikis seperti telanjang dalam ruang tahanan, diancam akan dibunuh dengan todongan pistol yang ditempelkan pada kepalanya, tersangka diperiksa pada tengah malam. 2. Usaha untuk memenuhi target "Clearance rate" mempunyai pengaruh yang dominan terhadap perilaku polisi mengingat tujuan target Clearance rate merupakan tujuan yang paling dekat dengan tujuan lembaga polisi dalam sistem peradilan pidana, yaitu meyelesaikan kasus kejahatan atau tindak pidana dengan cara seefisien mungkin. Faktor lainnya adalah hubungan antara polisi dengan tersangka juga tekanan masyarakat agar Polisi serta merta dapat menanggulangi kejahatan tanpa memperhitungkan kendala yang ada baik menyangkut personil. sarana maupun kemampuan polisi itu sendiri. 3. Upaya perlindungan HAM terhadap tindakan kekerasan dalam penyidikan dapat ditempuh antara lain dengan : a. Pasca era polisi mandiri harus segera melakukan perubahan baik kualitas, kultural maupun menejerial, menuju sosok polisi yang civilian dan profesional. b. Meningkatkan profesionalisme penyidik melalui peningkatan pendidikan formal maupun informal, kesempatan menambah dan mengembangkan wawasan serta ilmu pengetahuan. Disamping itu juga dukungan dana, sarana prasarana yang memadai dalam menunjang pelaksanaan tugas penyidikan serta kesejahteraan. c. Meningkatkan peran penasihat hukum sejak awal kontak dengan polisi.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13334 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 1 |
Deposited On: | 04 Jun 2010 08:05 |
Last Modified: | 04 Jun 2010 08:05 |
Repository Staff Only: item control page