Mertha, I Ketut (2001) POLITIK KRIMINAL DALAM PENANGGULANGGAN SABUNGAN. AYAM ( TAJEN ) DI DESA DUDA TIMUR, KECAMATAN SELAT, KABUPATEN KARANGASEM, PROPINSI BALI. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 3413Kb |
Abstract
Sabungan ayam (tajen) merupakan tradisi yang mendarah daging di kalangan masyarakat Bali dan diwarisi secara turun-temurun. Kegiatan sabungan ayam (tajen) tersebut, belakangan ini semakin meningkat, bahkan sudah menjadi kegiatan sehari¬had, tanpa adanya upaya-upaya penanggulangan yang memadai, padahal dampak sosial yang ditimbulkan sangat serius, yaitu bukan saja melanggar norma-norma hukum tetapi juga norma agama dan norma-norma sosial lainnya, serta merusak nilai¬nilai moral dan mental masyarakat. Hal-hal tersebut di atas, terkait erat dengan tradisi sosial masyarakat yang menjadi faktor-faktor penyebab semakin maraknya sabungan ayam (tajen) di Bali, baik yang menyangkut aspek sosial budaya, sosial ekonomi, sikap mental maupun tingkat kesadaran hukum masyarakat. Hal itu berarti bahwa faktor-faktor penyebab semakin maraknya sabungan ayam (tajen) sangat kompleks dan berada di luar bidang hukum pidana. Adanya ketentuan Pasal 303 KUHP yang melarang adanya, perjudian termasuk sabungan ayam (tajen) tidak diperhatikan oleh masyarakat, bahkan Pemerintah daerah Bali melegalisir adanya sabungan ayam (tajen) dengan alasan untuk kepentingan pembangunan. Hal ini didukung oleh PANGDAK XV Bali. Dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 yang merubah ancaman-ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 303 ayat 1 KUHP, Pasal 542 ayat 1 KUHP, Pasal 542 ayat 2 KUHP dengan ancaman pidana penjara dan denda yang lebih berat, dan merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis, tidak mengurangi penyelenggaraan sabungan ayam (tajen) tersebut. Lebih tragic lagi Awig-Awig Desa Adat Duda (Peraturan Desa Adat Duda, pen) yang telah disyahkan oleh warga Desa Adat itu sendiri belum mampu mencegah dan menggulangi sabungan ayam (tajen) secara optimal. Berdasarkan uraian di atas diperlukan upaya-upaya rasional yang lebih komprehensip berupa "Politik Kriminal" yaitu suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. Itu berarti bahwa dalam melaksanakan politik kriminal, orang mengadakan penilaian dari sekian banyak alternatif yang dihadapi, agar tujuan dari politik kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Penerapan politik kriminal dalam penanggulangan sabungan ayam (tajen) masih bersifat parsial. Oleh karena itu maka agar tujuan politik kriminal dapat terwujud hams dilakukan melalui sate kesatuan upaya terpadu, yaitu keterpaduan atau integrasi antara upaya-upaya penal dan upaya-upaya non penal. Upaya-upaya untuk mencapai tujuan utama politik kriminal tersebut di atas tidak mudah karena selain sabungan ayam (tajen) sudah menjadi tradisi masyarakat, disebabkan pula karena adanya kendala-kendala kultural maupun kendala-kendala struktural.Kendala kultural meliputi kerancuan masyarakat dalam memaknai "Tabuh Rah" sebagai rangkaian upacara keagamaan dan adat istiadat di Bali, sedangkan sabungan ayam (tajen) adalah judi. Selain itu sabungan ayam (tajen) dijadikan pula sebagai sarana penggalian dana dan sarana hiburan. Kendala-kendala struktural meliputi tidak adanya ketegasan clan konsistensi aparat penegak hukum dalam menegakkan norma-nonna hukum pidana positif. Hal ini berkaitan dengan adanya kontradiksi antara hukum pidana positif dengan budaya hukum masyarakat. Data penelitian menunjukkan bahwa dari 151 responden warga masyarakat dan 105 responden pemain sabungan ayam di Desa Duda Timur, lebih dari 50% tidak setuju terhadap pemberantasan sabungan ayam (tajen) dengan menggunakan sarana penal karena berbagai alasan, seperti telah diuraikan di atas. Hal itu menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan sabungan ayam dengan menggunakan sarana penal, tidak memperoleh dukungan masyarakat/publik. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan dalam penanggulangan sabungan ayam adalah dengan mengedepankan langkah-langkah preventif, yaitu dengan menggunakan sarana non penal, baik pencegahan primer maupun pencegahan sekunder. Namun demikian upaya-upaya pencegahan tersebut, belum mencakup semua aspek yang menjadi penyebab semakin maraknya sabungan ayam (tajen) karena berbagai kendala, baik kendala terbatasnya SDM, dana, maupun sikap mental aparat penegak hukum itu sendiri. Berkenaan dengan uraian di atas, disarankan agar upaya-upaya non penal lebih diintensipkan dengan dukungan seluruh komponen masyarakat, seperti Pers/Media massa, LSM, Tokoh-tokoh masyarakat, Tokoh-tokoh agama termasuk desa adat. Selain itu upaya-upaya pembinaan masyarakat melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan dalam rangka penyehatan mental masyarakat perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13330 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 1 |
Deposited On: | 03 Jun 2010 21:58 |
Last Modified: | 03 Jun 2010 21:58 |
Repository Staff Only: item control page