KEBIJAKAN LEGISLATIF TENTANG PIDANA SEUMUR HIDUP DI INDONESIA (LEGISLATIVE POLICY OF LIFE IMPRISONMENT IN INDONESIA)

TONGAT, TONGAT (2000) KEBIJAKAN LEGISLATIF TENTANG PIDANA SEUMUR HIDUP DI INDONESIA (LEGISLATIVE POLICY OF LIFE IMPRISONMENT IN INDONESIA). Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
5Mb

Abstract

Dewasa ini pidana penjara — karena itu tennasuk pidana penjara seumur hidup —sebagai salah satu sarana pblitik kriminal sedang mendapat sorotan tajam di berbagai negara. Banyak negara yang cenderung untuk mengurangi, membatasi bahkan menghindari pidana penjara dengan berusaha mencari bentuk alternatif dari pidana penjara. Upaya mencari alternatif pidana penjara dewasa ini sedang menjadi trend intemasional. Bahkan perkembangan mutakhir dalam hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan persoalan pidana adalah berkembangnya konsep untuk selalu mencari alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan (alternatif to imprisonment) tidak terbatas pada pidana penjara. Upaya mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan bertolak dari kenyataan, bahwa dalam perkembangannya pidana pidana perampasan kemerdekaan semakin tidak disukai baik atas pertimbangan ekonomis, pertimbangan filosofis pemidanaan maupun pertimbangan kemanusiaan. Sernentara itu, kebijakan tentang pidana seumur hidup di Indonesia sekarang ini mengandung kelemahan yang bersifat mendasar. Pertama, secara filosofis pidana penjara sebenamya hanya bersifat sementara sebagai sarana melakukan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. Dalam konteks yang demikian, kebijakan tentang pidana seumur hidup hakikatnya kehilangan dasar pembenarannya. Kedua, kebijakan tentang pidana seumur hidup yang ada selama ini cenderung hanya diorientasikan pada upaya melindungi masyarakat sebagai refleksi atas fungsi pidana sebagai sarana pencegah kejahatan. Sementara perlindungan terhadap individu (pelaku tindak pidana) cenderung diabaikan. Ketiga, penonjolan salah satu aspek perlindungan dengan mengabaikan aspek yang lain dalam merumuskan tujuan pemidanaan tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam masyarakat Indonesia yang selalu mengutamakan aspek keseimbangan. Tujuan pemidanaan hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi seperangkat tujuan yang ditentukan yaitu aspek perlindungan individu dan aspek perlindungan masyarakat. Tujuan pemidanaan harus dapat memberikan perlindungan secara integratif kepada individu dan masyarakat. Ketentuan umum tentang pidana seumur hidup dalam KUHP sebagai induk kebijakan tentang pidana seumur hidup telah dirasakan tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat. Karma itu melakukan reorientasi dan reformulasi terhadap kebijakan tentang pidana seumur hidup dirasa sangat urgen. Lebih-lebih apabila disadari, bahwa kebijakan tentang pidana seumur hidup yang ada selama ini merupakan "warisan" kolonial Belanda. Dalam upaya melakukan reorientasi dan reformulasi terhadap kebijakan tentang pidana seumur hidup maka nilai monodualistik sebagai nilai-nilai dasar dalam masyarakat Indonesia yang terumuskan dalam Pancasila harus diimplementasikan dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup tersebut. Paling tidak terdapat tiga alasan tentang urgensi mengimplementasikan ide/gagasan monodualistik dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup, yaitu alasan filosofis, alasan sosiologis dan alasan politis. Salah satu kelemahan mendasar berkaitan dengan kebijakan tentang pidana seumur hidup di Indonesia adalalL bahwa kebijakan tentang pidana seumur hidup yang ada selama ini tidak memberikan kemungkinan adanya modifikasi/perubahan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas pertimbangan karena adanya perubahaniperbaikan pada din pelaku tindak pidana selama menjalani pidananya. Dengan demikian secara substansial reorientasi dan reformulasi terhadap kebijakan tentang pidana seumur hidup harus memberikan jaminan terhadap dimungkinkannya modifikasi terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai refieksi adanya perlindungan terhadap individu. Disamping itu untuk mewujudkan ide/gagasan monodualistik dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup, maka kebijakan tentang pidana seumur hidup minimal harus memuat : 1. Adanya jaminan, bahwa pidana seumur hidup hanya akan dijatuhkan kepada pelaku kejahatan yang sangat serius dan sulit diperbaiki. 2. Adanya kemungkinan modifikasi pidana seumur hidup yang telah berkekuatan hukum tetap atas pertimbangan adanya perbaikan pada din pelaku selama menjalani pidananya. 3. Adanya jaminan, bahwa pidana seumur hidup tidak dijatuhkan pada pelaku anakiremaja. 4. Adanya jaminan, bahwa pidana seumur hidup tidak di rumuskan secara imperatif. Dalam perspektif masyarakat internasional, adanya berbagai jaminan tersebut dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup sangat relevan dengan kecenderungan yang terjadi. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan sebagai berikut I. Di negara-negara yang masih mempertahankan pidana seumur hidup seperti Filipina, Jepang, Korea Selatan, Argentina kebijakan tentang pidana seumur hidup tetap memberikan perlindungan kepada individu (pelaku tindak pidana). Jaminan perlindungan terhadap individu tersebut terlihat, dari tetap dimungkinkannya terpidana seumur hidup kembali ke masyarakat setelah yang bersangkutan menjalani pidananya selama waktu tertentu dengan berkelakuan baik (di Filipina setelah 30 tahun, di Jepang setelah 10 tahun, di Argentina setelah 20 tahun). 2. Dalam berbagai laporan kongres PBB mengenai Prevention of Crime and the Treatment of Offender juga diisyaratkan agar aspek perlindungan individu dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup tetap diperhatikan. Dad laporan kongres PBB ke lima antara lain dinyatakan, bahwa tujuan-tujuan mama lembaga penjara seperti resosialisasi si pelanggar, perlindungan masyarakat dan pengurangan kejahatan dalam masyarakat harus tetap dipertahankan. Hanya problem utamanya adalah perlunya menemukan keseimbangan yang layak antara kebutuhan untuk rehabilitasi dan keperluan untuk melindungi masvarakat. Sementara itu, dalam kongresnya ke-8 di Hafana tahun 1990 PBB meminta kepada The Committee Prevention and Control yang sekarang berubah menjadi Commission on Crime Prevention and Criminal Justice, untuk mengkaji tentang hak dan kewajiban narapidana seumur hidup dan mengkaji berbagai sistem untuk menilai kelayakan mereka rnerriperoleh pelepasan bersyarat. Selanjutnva dalam salah satu publikasi PBB tahun 1994 (code penerbitan : ST/CSDHA/2A) yang berjudul "Life Imprisonment" antara lain disimpulkan, bahwa to incarcerate a person for life without the possibility of being released not only ignores two of the purposes of imprisonment (rehabilitation and reintegration into society) but also places heavy financials burden on taxpayers. Dengan demikian, balk atas pertimbangan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat internasional, kebijakan tentang pidana seumur hidup dimasa yang akan datang harus dapat memberikan keseimbangan perlindungan kepada individu dan masyarakat. Recently, imprisonment including life imprisonment — is one of criminal politic facility which being critically in many countries. There are many countries tend to reduce or to limit or to avoid imprisonment penalty and try to find the other alternative. The effort to find the alternative penalty is being international society tendency. More over, in this penalty field nowadays, alternative imprisonment is not only in jail. The background of alternative punishment is caused by the fact that imprisonment is not only in jail. The background of alternative punishment is caused by the fact imprisonment more dislike at least depend on economic, philosophy, or human being. Life imprisonment policy in Indonesia are basically imperfect. First, philosophically the imprisonment only for temporary purpose for rehabilitation and resocialization. Second, imprisonment is only tend protect society from criminal conduct but there is not enough attention to protect prisoners. Third, there is only one aspect which protect by law but other aspect is not protected. So it is not suitable with Indonesian society principle which always giving priority to balance among anything. The purpose of penalty is justified if it considered to thing, society and individual protection. The general article of life imprisonment is only based on criminal code (KUHP). This policy is not sufficient to society demand in fact. So it is very urgent to make reorientation and reformulation to life imprisonment policy. Also if we consider if we receive this regulation of life imprisonment policy from Colonial Era. In order to make reorientation and reformulation to life imprisonment policy, we have to consider Indonesian society ground value that it is very urgent to be implemented. The monodualistic value as Pancasila's value must be implemented in Indonesian law including the criminal law sub system, especially for life imprisonment penalty. There are three reason why they have to be implemented : they are Philosophy reason, sociologic reason and politic reason. One thing we have to consider is the fact that life imprisonment policy in Indonesia not give chance for modification. It should be chance to modification which depend on good or better conduct by prisoners in jail. Substantially, reorientation and reformulation to life imprisonment policy must be make assure that it will give chance to modify executable court penalty. To be implemented, life imprisonment policy at least including four thing : 1. it must be assure that life imprisonment is only implemented to serious criminal actors/offenders. 2. There is a chance to modify life imprisonment penalty which considering good/better conduct in jail. 3. it must be assure, that there is in life imprisonment penalty for childreniminors. 4. It must be assure that life imprisonment not formulated in imperative formulation. in international society perspective, the four thing above is relevance to recent tendency. It can be viewed through many fact below. 1. in many countries which still use life imprisonment,. for instance Philippine, Japan, South Korea and Argentina also give individual protection. (to criminal actor/offenders). It is reflected by the chance for the prisoners back to society if the prisoners have good/better conduct in jail (after 10 years in Philippine, after 30 years in Argentina and after 10 years in South Korea). 2. United Nation Organization (UNO) congress reports which titled Prevention of Crime and the Treatment of Offender, required individual protection aspect in life imprisonment policy. In Fifth report, UNO declared that the main purpose of imprisonment must be give better attention, like resocialization of the offenders, society protection and criminal reduction. The problem is how to make balance between offenders/prisoners rehabilitation and society protection. In the 8th Congress in Havana (1990) UNO ask to Committee on Crime Prevention and Control (now, Commission on crime prevention and criminal justice) to make study for viewing the right and duty of life prisoners and to make study about how life prisoners can be give condition free. Later in one of UNO Publication in 1994 (code of publication : S/CSDHA/2A) there is an article tided "Life Imprisonment" be concluded that to incarcerate a person for life without the possibility of being released not only ignores two of the purposes of imprisonment (rehabilitation and reintegration into society) but also places heavy financials burden on tax payers. So, by considering both, international and Indonesian societies value, live imprisonment policy in future must be make balance protection between individual and society.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law
ID Code:13316
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:03 Jun 2010 20:58
Last Modified:03 Jun 2010 20:58

Repository Staff Only: item control page