ASPEK KRIMINOGENIK DARI PELAKSANAAN PIDANAPERAMPASAN KEMEDEKAAN DALAM BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NO. 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

UMI ROZAH, UMI ROZAH (1998) ASPEK KRIMINOGENIK DARI PELAKSANAAN PIDANAPERAMPASAN KEMEDEKAAN DALAM BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NO. 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]Microsoft Word - Published Version
110Kb

Abstract

Sistem peradilan pidana sebagai suatu sis-tem yang terdiri atas lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lernbaga pemasyarakatan, merupakan suatu sistem yang terkoordinasi dan terpadu claim menanggulangi kejahatan, yang operasionalisasinya diwujudkan dalam proses peradilan pidana. Proses peradilan pidana merupakan rangkaian proses yang terdiri atas tahap-tahap pemeriksaan penyidikan oleh lembaga kepolisian, penuntutan oleh lembaga kejaksaan, pemeriksaan perkara dan penjatuhan keputusan pleb lembaga peradilan, dan pelalcsanaan keputusan pengadilan yang berupa pidana perampasan kemerdekaan oleh lembaga pemasyarakatan Proses peradilan pidana yang merupakan mekanisme bekerjanya sistem peradilan pidana dalam menjalankan penegakan hukum secara represif seringkati merupalcan hal yang unik, oleh karena di satu sisi bertujuan untuk mencegah clan mengendalikan kejahatan, dengan memasukan pelaku ke dalam suatu proses peraciiian, namun di sisi lain justru dapat menimbulkan viktimisasi dan stigniatisavi pada pelaku yang bersangkutan, yang pada alcbirnya dapat mempengaruhi pembinaan pelaku di dalam lembaga pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga korektif sekaligus sebagai tempat pelaksanaan pidana perampasan dengan sistem pernasyarakatannya bertujuan untuk menjadikan narapidana kembali menjadi warga negara yang baik, bertanggung jawab clan tidak mengulangi perbuatannya. Namun demikian dalam pelaksanaan pembinaannya sangat diperigaruhi old faktor-faktor baik narapidana itu sendiri, petugas, sarana. dan pra sarana sertamasyarakat di luar tembok, bahkan juga tidak lepas dari pengaruh bekerjanya lembaga-lembaga lain yang merupakan mata rantai sistem peradilan pidana yang dilaluinya dalam proses peradilan pidana. Berbicara tentang aspek kriminogen yang timbul dari pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan, maka menyangkut aspek-aspek yang mempengaruhi seorang narapidana atau bekas narapidana untuk melakukan pengulangan tindak pidananya, justru setelah menjalani masa pidananya dan mendapatkan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk membuat narapidana dan bekas narapidana menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab, serta tidak mengulangi tindak pidananya setelah dikembalikan kepada masyarakat. Adapun aspek-aspek kriminogen yang mempenganbi narapidana dan bekas narapidana untuk mengulangi perbuatannya setelah menjalani pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan adalah (1). Tidak dapat dilepaskan dari kurang mendukungnya peranan masyarakat dalam menerima kembali bekas narapidana, yang menyangkut stigmatisasi oleh masyarakat terhadap bekas narapidana, (2). Kurangnya keterpaduan sistem peradilan pidana dalam pembinaan narapidana, karena pembinaan narapidana sebenarnya telah dimulai sejak dilakukannya penyidikan oleh Polisi sebagai ujung tombak dari penegakan hukum yang hams menjunjung asas presumption of innocence (praduga tidak bersalah) pada kenyataannya menimbulkan vilctimisasi; yang pada akhirnya akan mempersulit pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Begitu juga adanya kekecewaan dari sebagian narapidana terhadap putusan halcim yang dianggapnya tidak adil. (3). Kurang konsistennya pelaksanaan pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan, hal ini dapat dilihat dengan inasih adanya pencampuran dalam penempatan narapidana tanpa mernandang jenis tindak pidana yang dilakukan, maupun kriteria narapidana seperti residivis atau pelaku pemula. Aspek kriminogen yang timbul sebagai akibat pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan juga seringkali disebabkan karena kurangnyasarana, pra sarana, kualitas pembinaan khususnya pembinaan keterampilan, dan tingkat profesionalisme petugas lembaga pemasyarakatan yang sebagian besar masih rendah, sena tidak adanya after care treatment, yang seharusnya merupakan tindakan lanjutan pembinaan narapidana oleh lembaga pemasyarakatan dengan instansi terkait. Aspek kriminogen dari pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan mendominasi aspek-aspek lainnya, yang dapat dilihat dari alasan-alasan yang mendorong dilakukannya pengulangan tindak pidana. Dominasi aspek kriminogen pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan dapat dilihat dari besarnya prosentase yang mendorong dilakukannya pengulangan tindak pidana sebagai berikut : (a) adanya pengaruh pergaulan di dalam lembaga pemasyarakatan yang secara psikologis menimbulkan pencemaran terhadap perilaku narapidana selanjutnya, hal ini dialami oleh 35,3 %responden. (b). Alasan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi menduduki alasan kedua setelah pencemaran perilaku narapidana di dalam lernbaga pemasyarakatan. Alasan ini berhubungan dengan pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan yang menyebabkan pelaku kebilangan pekerjaan sebelumnya. Kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ini disebabkan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan baru bagi bekas narapidana, sebagaimana diakui oleh 29,41 % narapidana yang melakukan pengulangan tindak pidananya Hal ini berkaitan dengan stigmatisasi yang secara nyata, masyarakat mensyaratkan tidak adanya catatan kejahatan (criminal record) dan catatan pemidanaan ( sentencing record) dalam memberikan pekerjaan kepada seseorang. Stigmatisasi yang dikenakan oleh masyarakat terhadap narapidana lebih jauh menimbulkan perasaan dikucilkan bagi bekas narapidana dari kehidupan masyarakat, dialami oleh 11,76 % yang pada akhirnya mereka cenderung memilih untuk menghindar dari pergaulan dengan orang-orang baik - baik dan mencari pergaulan dengan orang yang dianggapnya sama. Pergaulan ini tnenurut 11,76 % responden mempengaruhinya untuk melalaikan pengulangan tindak pidananya. Sedangkan kekecewaan perlakuan yang dialaminya dalam proses peradilan pidana hanya mempengaruhi 5,88 % responden untuk mengulangi tindak pidananya. Dengan demikian aspek kriminogen dari pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan merupakan aspek yang mendominasi pengaruhnya dari aspek-aspek lainnya untuk melakukan pengulangan tindak pidana. Peranan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan belum dapat dikatakan sepenuhnya memenuhi tuntutan untuk menanggulangi aspek kriminogen dari pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan Hal ini disebabkan belum diterapkannya Undang-Undang No, 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan secara konsisten dan efektil Belum diterapkanya Undang-Undang No. '12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh masih berlarutnya suasana sistem kepenjaraan yang pemah berlalcu, kurangnya sarana dan pra sarana dalam pembinaan serta masih reridahnya dan kuantitas petugas pembinaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pembinaan itu sendiri, yang diharapkan dapat membuat narapidana untuk menjadi manusia yang baik dan mencegah dilakukannya pengulangan tindak pidana. Dari hasil penelitian pelaksanaan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan belum dapat dikatakan memenuhi tuntutan dalam menanggulangi aspek kriminogen dari pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law
ID Code:13281
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:03 Jun 2010 17:24
Last Modified:03 Jun 2010 17:24

Repository Staff Only: item control page