LIYUS, HERRY (1998) PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGANDALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN PENCEMARAN KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROPINSI JABMBI. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 5Mb |
Abstract
Pada saat sekarang ini, kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan (korporasi) yang menyangkut kejahatan pencemaran lingkungan (penoemaran kabut asap) yang terjadi di wilayah Sumatera (khusus Propinsi Jambi) dan Kalimantan masih tetap menarik untuk dibioarakan. Oleh karena dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi ini luar biasa besarnya. Kerugian yan4 ditimbulkan oleh kejahatan ini meliputi : kerugian di bidang perekonomian, politik, kesehatan, jiwa serta kerugian di bidang nilai-nilai sosial dan moral. Belum lagi kerugian jangka panjang yang diakibatkan oleh perilaku perusahaan. Adapun luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Wilayah Sumatera dan Kalimantan dalam kurun waktu April s/d November 1997 menoapai 1.714.000 hektar yang meliputi 570.000 hektar hutan produksi, 45.000 hektar kawasan konservasi, 798.000 .hektar perkebunan, 260.000 proyek lahan gambut, 30,000 hektar pembukaan areal transmign...si dan 1000 hektar daerah perdagangan. Kebakalan hutan dan lahan merupakan peristiwa lingkungan yang cukup rumit. Jika dalam .pencemaran lingkungan (pencemaran industri) akan bisa dilacak industri atau kegiatan mana yang menjadi biangnya sehingga prinsip membayar seketika (polluters pay principles) bisa diterapkan. Dalam kebakaran hutan dan lahan, meskipun telah diidentifikasi dengan memakai sistem penginderaan jarak jauh dengan NOAA sejumlah perusahaan yang melakukan pembakaran hutan tetapi amat sulit untuk membuktikannya. Gangguan kabut asap di Propinsi Jambi yang terjadi awal Agustus sampai dengan akhir november 1997, eukup meluas sehingga menganggu aktivitas masyarakat, lalu lintas, penerbangan, angkutan jalan raya dan sungai serta menyebabkan meningkatnya penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan dan paru-paru, gangguan asap tersebut telah menjadi issue nasional bahkan masalah. internasional. Penegakan Hukum lingkungan yang berkaitan dengan kasus pencemaran kabut di Propinsi Jambi belum sepenuhnya diterapkan/dilaksanakan dari ketentuan hukum lingkungan (UU Nomor 23 Tahun 1997) . Dalam penerapannya peraturan tersebut, baru sanksi administrasi saja yang telah diterapkan sedangkan sanksi hukum perdata dan sanksi hukum pidana belum diterapkan sebagaimana yang diharapkan dalam ketentuan hukum lingkungan. -Belum diterapkannya sanksi perdata dan sanksi pidana ka'rena tidak adanya laporan (keengganan) masyarakat (korban) untuk melakukan penuntutan/gugatan terhadap para pelaku (perusahaan) yang melakukan pencemaran kabut asap. Penegakan hukum lingkungan khususnya terhadap penoemaran • kabut asap di Propinsi Jambi belum sepenuhnya diterapkan/dilaksanakan karena disebabkan bertagai faktor kendala yakni : lemahnya penerapan penegakan hukum (law enforcement) oleh aparat hukum (birokrasi), kurangnya kesadaran hukum pengusaha (korporasi) terhadap bahaya pencemaran kabut asap, lemahnya kesadaran hukum masyarakat (korban), kurangnya sarana dan fasilitas yang memadai, serta terlalu lenturnya peraturan hukum lingkungan (UU Nomor 23 Tahun 1997). Masalah penegakan hukum lingkungan yang berkaitan dengan kasus pencemaran kabut asap telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 (dahulu UU No. Tahun 1982) baik yang menyangkut sanksi pidananya (diatur dalam Pasal 41 s/d 48), sanksi Administrasi (Pasal 25 s/d 27), dan sanksi perdata (Pasal 30 s/d 34). Selain ketentuan pidana dalam KUHP dan UU No. 23 Tahun 1997 ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa : a. peramPasan keuntungan yang diperoleh dairi tindak pidana; dan/atau b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau c. perhaikan akibat tindak pidana; dan/atau d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 tahun. Dewasa ini pengaturan hukum pidana terhadap korban kejahatan belum menampakali pola yang jelas, yang sampai saat sekarang ini belum dapat diselesaikan secara tuntas baik peraturan perundang-undangan pidana materiil maupun formil. Dalam hal perlindungan terhadap korban pencemaran lingkungan (pencemaran kabut asap), sistem pemberian restitusi dan kompensasi (ganti rugi) terhadap korban dapat dilakukan melalui : 1. Ganti rugi (kompensasi) yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses perdata. 2, Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, diberikan melalui proses pidana. Dalam masalah pencemaran kabut asap di Propinsi Jambi ini, masalah perlindungan terhadap Korban (masyarakat) merupakan masalah yang panting dan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam hal Perlindungan hukum terhadap korban (masyarakat) sesuai dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 1997 dan hukum lainnya, masyarakat (korban) dapat melakukan penuntutan/gugatan ganti rugi (kompensasi) terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran, hutan dan lahan melalui upaya hukum perdata dan upaya hukum pidana serta dapat dikenakan sanksi administrasi. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji mengenai penegakan hukum lingkungan dal am rangka memberikan perlindungan hukum terhadap korban (masyarakat) pencemaran kabut asap baik melalui sanksi administrasi, perdata maupun pidana terhadap perusahaan (korporasi) yang melakukan kejahatan lingkungan (pencemaran kabut asap).
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13279 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 03 Jun 2010 15:36 |
Last Modified: | 03 Jun 2010 15:36 |
Repository Staff Only: item control page