KEBIJAKAN LEGISLATIF TENTANG PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

Abstract

Salah satu jenis pidana yang paling banyak diterapkan dalam kebijakan kriminal negara-negara di dunia adalah pidana penjara, namun dalam perkembangannya banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggunaan pidana penjara sebagai salah satu sarana dalam menanggulangi kejahatan. Yang sering dipersoalkan adalah masalah efektifitasnya di samping dipersoalkan akibatakibat negatif dari pidana penjara. Adanya kritik terhadap segi-segi negatif dari pidana penjara, telah berkembang suatu pemikiran untuk mencari alternatif terhadap pidana penjara dengan direkomendasikannya sanksi dalam instrumen-instrumen internasional diantaranya dalam beberapa kongres Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang sejak kongres pertama tahun 1955 mulai membahas Standard Minimum Rules (SMR) untuk tindakan-tindakan non-custodial, yang ditindaklanjuti dalam kongres-kongres PBB berikutnya sampai Standard Minimum Rules Jiff Non-custodial Measures (yang kemudian dikenal dengan "The Tokyo Rules) diterima oleh Majelis Umum PBB pada kongres PBB ke-8 mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. Salah satu sanksi (tindakan) Non-custodial yang direkomendasikan oleh The Tokyo Rules adalah Community Service Order atau pidana kerja sosial. Saat ini pidana kerja sosial menjadi wacana untuk diadopsi dalam konsep KUHP Indonesia. Dengan wacana diadopsinya sanksi pidana kerja sosial, maka dalam tesis ini diuraikan mengenai Ide dasar formulasi pidana kerja sosial dalam perundangundangan di Indonesia dan Formulasi pidana kerja sosial oleh badan legislatif di Indonesia. Ide dasar formulasi dan formulasi pidana kerja sosial ini ditelaah berdasarkan kritik terhadap pidana penjara, penerapan pidana.kerja sosial sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek di beberapa negara, pembaharuan hukum pidana di Indonesia, tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan. Terdapat kritik terhadap penerapan pidana kerja sosial ini di Swedia, namun di negara-negara lain terbukti pidana kerja sosial berhasil diterapkan dan memberikan banyak keuntungan dibandingkan pidana perampasan kemerdekaan. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan terhadap beberapa KUHP asing, formulasi pidana kerja sosial dalam konsep KUHP Indonesia terdapat kemiripan dengan formulasi di Belanda. Kritik terhadap pidana kerja sosial di Swedia tidak cukup beralasan untuk menjadi kendala penerapan pidana kerja sosial di Indonesia, clad perbandingan penerapan pidana kerja sosial di beberapa negara terbukti begitu berhasil dan terbukti lebih manusiawi, ekonomis dan terdapat beberapa keuntungan lainnya, untuk itu tepat kiranya bila pidana kerja sosial ini diterapkan dalam kebijakan kriminal di Indonesia. Most adopted punishment in many nations criminal policy in the world is imprisonment, but in the development there are many issued problems for the use of it; the main problem is about it effectivity beside negative side effect. Aware of critic for negative side effect of imprisonment, has stated an idea to seek alternatives for it with recommended non custodial measures in international law instruments, among them in several United Nations (UN) congress on The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, that since the first congress in 1955 has started to issued Standard Minimum Rules for Non Custodial measures (SMR), its follow up in the UN congress afterwards until the adoption of SMR (than known as the "Tokyo Rules') in the eight UN congress on The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders One of non-custodial measures that the Tokyo Rules recommended is community service orders. In the present community service orders become an idea to be adopted in Indonesian penal law concept Referring the idea adoption of community service orders, this thesis will study about basic idea formulation of community service orders in Indonesian penal code and the formulation of it by legislative council Basic idea formulation of community service orders will be studies by the critic for imprisonment, the adoption of community service orders as an alternative for short term imprisonment in several nations, the Indonesian penal law reform, the code and purpose of punishment. There is strong critic for adoption of community service orders in Sweden, but in many other nations community service order has proven to be successfully adopted and give many benefit compare with imprisonment. From the comparation with several foreign penal codes, the formulation of community service orders in Indonesian penal code concept has slight likeness with Dutch Penal code. The critic of community service orders in Sweden do not suppose to give enough reason to see a problem for the adoption of community service- orders in Indonesia, from comparative studies the adoption of community service orders has proven successfully and proven to be more humanize, economical and give several others benefit, by these reasons it is right that community service orders adopted in Indonesian penal policy