WIRYANTO, WIRYANTO (2002) ASPEK PENGAWASAN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA ( Kijian Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Jawa Tengah). Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 5Mb |
Abstract
The announcement of 1998 Act No.10 of Banking on November 1998 has recognized more firmly the presence of and the importance of syariah (Islamic law) principle-based banks and their developments. The Act regulates such as the presence of Dewan Pengawas Syariah (Syariah Superintendent Board) for Syariah Bank. Given that banks primarily work using people funding, saved at the bank based on trust and have strategic role in nation coordination. It appears that caretaker of the developing Indonesian banking systems at operational level necessary. In accordance with that, Indonesia Central Bank (Bank Indonesia) and Dewan Pengawas Syariah (Syariah Superintendent Board) have authorities and duties to do monitoring and fostering to Bank Muamalat Indonesia. Terms of monitoring and fostering can be both preventive, such as making rules, guidance, advice, and directions, and repressive such as inspections followed by improvement steps to maintain its appropriateness to syariah-principle and its healthy. . The result of present study showed that Bank Muamalat Indonesia in its operation has not been able to implement syariah principles entirely. For example are its liquidity funds and Dana Kredit Primer Anggota from Bank Indonesia that use interest rate instrument, while on its funding, Bank Muamalat Indonesia use profit sharing basis. Moreover, for mudharabah funding Bank Indonesia requires deposit or guarantee since mudharabah funding is similar to credit funding at Conventional Banks. However, based on mudharabah principles, there are no deposit or guarantee because if failure occurs bank (shahabul ma./) has to be responsible. Bias to that rule is a violation of bank's healthiness signs that can incur sanction, in term of administrative, civil and criminal, from Bank Indonesia to bank administrators. In the other hand, running that rule is a violation of Fatwa Dewan Syariah Nasional (National Syariah Board's Guidance). Eventhough it is tolerable as long as it is temporary because of the difference principles of Bank Indonesia's rules and Fatwa Dewan Syariah Nasional (National Syariah Board's Guidance). Hence, Bank Indonesia has to accomplish its rules so that they can accommodate syariah banking systems and give full authority to Dewan Pengawas Syariah to foster and monitor syariah bank independently. Semenjak lahimya Undang-undang No. 10 Tabun 1998 tentang Perbankan pada bulan November 1998, telah memberi pengalcuan yang lebih tegas mengenai keberadaan dan perlunya bank-bank berdasarkan prinsip syariah, serta memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan bank berdasarkan prinsip syariah. Undang-Undang tersebut, antara lain, mengatur tentang keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah bagi Bank Syariah. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, serta mempunyai peran yang sangat strategis bagi penyelenggaraan negara, maka pada tahap pelaksanaan operasionalnya mutlak diperlukan pengawasan terhadap tumbuh dan berkembanganya sistem perbankan di Indonesia. Berkaitan dengan kepentingan tersebut, Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah diberi kewenangan dan kewajiban untuk melakukan pengawasan dan peinbinaan terhadap Bank Muamalat Indonesia, baik yang bersifat prefentif dalam bentuk penetapan ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasihat, bimbingan dan pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan agar kondisi Bank Muamalat Indonesia selalu sehat dan sesuai dengan prinsip syariah. Dari basil penelitian ditemukan bahwa Bank Muamalat Indonesia dalam operasionalnya belum mampu menjalankan prinsip syariah secara mumi, misalnya dalam hal dana likuidatas dan Dana Kredit Primer Anggota dari Bank Indonesia, yang menggunakan instrumen bunga, scdang Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaannya menggunakan prinsip bagi hasil. Selanjutnya dalam hal pembiayaan mudharabah Bank Indonesia mengharuskan adanya jaminan/agunan karena pembiayaan mudharabah indentik dengan pemberian kerdit bagi Bank Konvensional, padahal mcnurut prinsip mudharabah tidak dikenal jaminan, karena bila terjadi kerugian bank ( shahulml mal ) yang harus bertanggung jawab. Penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, bagi Bank Indonesia mcrupakan pelanggaran terhadap rambu-rambu kesehatan bank, yang berakibat thnbulnya sanksi bagi pengelola bank, baik sanksi administrasi, pidana maupun perdata, sedang bagi Dewan Pengawas Syariah pelanggaran terhadap ketentuan fatwa, sepanjang bersi fat sementara (darzfrot ) diperbolehkan, karena adanya perbedaan prinsip antara ketentuan Bank Indonesia dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Konsekuensinya Bank Indonesia harus segera menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mampu mengakomodir sistem perbankan syariah dan memberikan kewenangan penuh kepada Dewan Pengawas Syariah untuk dapat pembina dan pengawasi bank syariah secara mandiri.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Law |
ID Code: | 13027 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 02 Jun 2010 13:42 |
Last Modified: | 02 Jun 2010 13:42 |
Repository Staff Only: item control page