PRASOJO, FX. JOKO (2004) HUBUNGAN ANTARA GEJALA BRONKIAL DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PADA PEROKOK. Masters thesis, Program Pendidikan Pasca sarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 1420Kb |
Abstract
BACKGROUND : Morbidity and mortality of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) in developing countries were increasing recently. The global obstructive for chronic obstructive lung disease (GOLD) recommended spirometric test for high-risk patients with bronchial symptoms. The absolute diagnostic of COPD was difficult in Indonesia because of limited spirometer. Some studies of COPD reported COPD prevalence was increasing to smokers with bronchial symptoms. OBJECTIVE : to determine association between bronchial symptoms of smokers with COPD prevalence. SUBJECT AND METHOD : a cross-sectional study. Smoker outpatients in internal medicine clinic Dr. Kariadi general hospital, pulmonary disease health care center (BP4) Semarang and general practitioner from December 2003 to March 2004 were examined and took spirometric test. RESULTS : Eighty-one respondents were men, enrolled in this study . They were 51,05 yrs old (SD 10,76). Thirty-three of them had COPD (40,7%). The percentage of COPD increased at patients with bronchial symtoms (46,8%, 22 from 47 respondents). Chronic dyspnea was a better COPD predictor (OR 5,227 95% CI 0,872-31,319) than chronic cough and chronic sputum production. Chronic obstructive pulmonary disease was larger at smokers with one bronchial symptom than smokers with two or three combination bronchial symptoms. Chronic obstructive pulmonary disease increased with age and smoke level. CONCLUSION : Chronic obstructive pulmonary disease was larger at smokers with bronchial symptoms. Chronic dyspnea was the best COPD predictor. LATAR BELAKANG : Morbiditas dan mortalitas penyakit pant obstruktif kronik (PPOK) dinegara berkembang semakin meningkat. Global obstructive for chronic obstructive lung disease (GOLD) merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan spirometri pada pasien risiko tinggi yang disertai gejala bronkial. Diagnosis pasti PPOK masih sulit ditentukan di Indonesia karena terbatasnya spirometri. Beberapa penelitian melaporkan kejadian PPOK meningkat pada perokok dengan gejala bronkial. TUJUAN : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gejala bronkial pada perokok dengan kejadian PPOK.. SUBYEK DAN METODE : cross-sectional. Perokok yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RS Dr. Kariadi Semarang, BP4 Semarang dan praktik dokter umum antara bulan Desember 2003 sampai dengan Maret 2004 diperiksa dan dilakukan pemeriksaan spirometri. HASIL : Delapanpuluh satu pasien, seluruhnya pria diikutkan dalam penelitian ini dengan rerata umur 51,05 tahun (SD 10,76). Tigapuluh tiga diantaranya (40,7%) didiagnosis PPOK. Prosentase kasus PPOK lebih besar pada pasien dengan gejala bronkial, yaitu 46,8% (22 dari 47 orang). Sesak nafas kronik merupakan prediktor PPOK yang lebih baik (OR 5,227 95% CI 0,872-31,319) dibandingkan batuk kronik dan produksi dahak kronik. Penyakit pant obstruktif kronik Iebih banyak ditemukan pada perokok yang melaporkan satu gejala daripada kombinasi dua atau tiga gejala. Kejadian penyakit pant obstruktif kronik makin meningkat dengan pertambahan umur dan peningkatan derajat merokok. KESIMPULAN : Kejadian PPOK dijumpai lebih banyak pada perokok dengan gejala bronkial. Sesak nafas kronik merupakan prediktor PPOK yang terbaik.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Biomedical Science |
ID Code: | 12377 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 1 |
Deposited On: | 30 May 2010 16:25 |
Last Modified: | 30 May 2010 16:25 |
Repository Staff Only: item control page