SUPARNO, SUPARNO (2003) KAJIAN TERHADAP LUMPUR BEKAS PEMBORAN (LIMBAH B3) UNTUK BAHAN PENGISI PEMBUATAN KERAMIK. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 2335Kb |
Abstract
Drilling, as a stage in oil, gas, and mining operation, produces a large amount of waste in the form of drilling mud which causes environment pollution. Therefore, mud waste should be handled properly to minimize its impact on environment. Among the efforts to utilize the mud waste is using it as filler in ceramics manufacturing. The main materials used in the experiments were clay from Kasongan village Jogjakarta, feldspar from Clering village Jepara, and Kaolin from Kalidadap village Wonosobo. While drilling waste from iodine water drilling in Watudakon village Mojokerto, was used as filling material. The portions of mud waste in the mix were 0%, 10%, 20%, 30%, and 40%. The mix was then heated in an electric furnace at temperature of 800°C, 900°C, and 1000°C, at durations of 2 hours, 3 hours, and 4 hours. The variables, i.e. the composition, the temperature, and heating duration would effect the product quality. Government Regulation No.18/1999 on Hazardous and Toxic Waste (B3 waste) categorized drilling mud waste as B3 waste, therefore before utilizing mud waste, it was tested using Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). The test result indicated that drilling mud waste was below the contamination limit value. The study showed that drilling mud waste could be used as filling material in ceramics manufacturing, the result was as follows : • The ceramics product could reduced B3 waste, i.e. by utilizing mud waste in ceramics manufacturing where the mud waste portion in the mix was at a maximum of 30%. • The effects of composition, temperature and heating duration to bending strength and water absorption had no pattern. • The bending strength and water absorption were influenced by the homogenity of the mix, while the homogenity depended on the mixing process, duration of mixing, etc. • The product had a water absorption of 14% (> 10%) and bending strength of 150 kg/cm2 ( 120 < x < 180 ), which was categorized as Earthenware Ceramics according to SNI 03-4062-1996. Kegiatan Industri Minyak dan Gas (Migas) dan Pertambangan, yang salah satu tahapannya adalah kegiatan pemboran, memberikan limbah berupa lumpur yang menyebabkan pencemaran lingkungan di wilayah dimana kegiatan tersebut dilakukan. Guna mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan upaya penanganan untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Sebagai salah satu upaya adalah memanfaatkan material sebagai bahan produk. Upaya ini adalah memanfaatkan lumpur bekas pemboran yang tadinya sebagai limbah, menjadi barang produk yang berguna, yaitu untuk bahan pengisi pembuatan keramik. Bahan baku utama yang digunakan adalah lempung yang diambil dari daerah Kasongan Bantul Jogjakarta, feldspar dari desa Clering Kecamatan Keling Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Kaolin dari desa Kalidadap Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Sedangkan lumpur bekas pemboran yang akan dikaji berasal dari Watudakon, pada kegiatan pemboran tambang yodium PT. Kimia Farina, Mojokerta Jawa Timur. Komposisi bahan berupa prosentasi lumpur bor terhadap bahan standar yang divariasi yakni 0 %, 10%, 20%, 30%, dan 40 % dibakar pada tungku (furnace) listrik dengan temperatur 800°C, 900°C dan 1000°C yang masing-masing dilakukan dalam waktu 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Dengan waktu pembakaran tersebut akan mempengaruhi kualitas produk pada kuat lentur dan penyerapan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, lumpur bekas pemboran dikategorikan sebagai limbah B3 sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan pembuktian apakah limbah tersebut mengandung B3 atau tidak. Penanganannya dengan uji toksisitas atau TCLP. Sebelum dilakukan penelitian, lumpur bor tersebut diuji TCLP di Laboratorfinn Pusdiklat Migas Cepu. Adapun hasil uji tersebut seperti pada Tabel menunjukkan bahwa lumpur bor tersebut masih relatif jauh di bawah NAB sehingga layak aman untuk digunakan sesuai peruntukan. Dalam kajian terhadap lumpur bekas pemboran untuk bahan pembuatan keramik, dinyatakan bahwa Lumpur Bekas Pemboran dapat sebagai bahan baku tambahan pembuatan Keramik Adapun basil kajian sebagai berikut : - Dengan kandungan lumpur yang efektif maksimal 30%, maka produk keramik dapat mengurangi tingkat pencemaran limbah B3 dimana sebanyak 30% bahan diperoleh dari lumpur bekas pemboran. - Pengaruh Komposisi Bahan, Temperatur dan Waktu Pembakaran terhadap kuat lentur dan penyerapan air, bahwa ketiga waktu pembakaran (2, 3 dan 4 jam) dengan temperatur pembakaran (800°, 900° dan 1000°C) tidak menunjukkan nilai dengan pola tertentu. - Kuat lentur dan penyerapan air sangat dipengaruhi oleh homogenitas, dimana homogenitas tergantung dari proses pencampuran, lama pencampuran dan sebagainya dimana perlakuan tersebut tidak terukur. - Produk basil pembakaran dengan penyerapan air 14 % ( > 10 ) dan Kuat lentur 150 kg/cm2 ( 120 < X < 180 ) maka hasil uji masuk kategori Keramik Earthenware (Gerabah Keras) berdasarkan SNI 03-4062-1996.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | G Geography. Anthropology. Recreation > GE Environmental Sciences |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Environmental Science |
ID Code: | 11333 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 5 |
Deposited On: | 24 May 2010 17:07 |
Last Modified: | 24 May 2010 17:07 |
Repository Staff Only: item control page