PEMANFAATAN TANAH ULAYAT (Kajian Terhadap Perjanjian Antara Masyarakat Nagari Sungai Puar Dengan Koperasi Agam Timur)

FENDRI, AZMI (2002) PEMANFAATAN TANAH ULAYAT (Kajian Terhadap Perjanjian Antara Masyarakat Nagari Sungai Puar Dengan Koperasi Agam Timur). Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
3576Kb

Abstract

As it has been known that there was very significant relationship between the prescriptive law society and the land, moreover the relationship it could be stated "inherent" with the law society itself. The essence of the prescriptive law society and the ulayat land has also been recognized in the chapter 3 of UUPA. It is stated that the ulayat right-practice of the prescriptive law society is relevant, as long as it has really existed. According to the prescriptive law of Minangkabau,manah (ulayat) is the land that had been decided the entire niece's needs (the prescriptive law community) either in present or in future. The description above shows that the Minangkabau prescriptive law (land) professes the collective ownership and authorization, and it does not recognize the absolute ownership. The logic consequence is it is impossible to remove the right of a land from one person to another. Even if the transitional of the right is from one race to another. Nevertheless, the land ownership and authorization reality as shown above did not close the outsider opportunity to take advantage from an ulayat land. If we connected the reality above with the development of convection market in Kanagarian Batu Palano, of Sungai Puar District, in Agam regent which was carried out by the Amur cooperation toward the ulayat land through the contract institution. The interesting point of this development of convection market related with the land function. It in resulted from the convection market, which was built on the society's ulayat land. As a law phenomenon, it is inter-aiig tntilidy that the process of Ulayat land use in the development of the convection market, which had been performed by all of the parties. Result of the research shows that the approach pattern that had been chosen was the personal approach between the cooperation party and the traditional elite, so that the resulted decision was a top down decision. Furthermore, result of the research has indicated that the Ulayat land use in the convection market development has been carried out with the leasing contract within a period of 35 years. In the end of the contract term, the leased land must Minangkabau, which forbid the owner to remove the right of the land further to other parties. Nevertheless, contract that had carried out has brought out a law issue, whereby the cooperation has done an act that was not described in the leasing contract. The concerned act here is whereby the cooperation has sole the store housing units to traders. It is resembled that it had unconcerned of the law relation between the cooperation and the land owner. Sebagaimana diketahui bahwa antara masyarakat hukum adat dengan tanah terdapat hubungan yang sangat erat sekali, bahkan dapat dikatakan hubungan antara manusia dengan tanah adalah bersifat "inheren" dengan masyarakat hukum itu sendiri. Keberadaan masyarakat hukum adat dengan tanah ulayat juga diakui didalam UUPA Pasal 3 yang menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat dari masyarakat hulcum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada. Menurut hukum adat Minangkabau, manah (ulayat) adalah merupakan tanah yang dicanangkan untuk memenuhi segala kebutuhan anak kemenalcan (komunitas masyarakat hukum adat) balk untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Deskripsi di atas terlihat bahwa hukum adat (tanah) Minangkabau menganut pemilikan dan penguasaan tanah yang bersifat kolektif dan tidak mengenal kepemilikan yang bersifat mutlak. Konsekuensi logisnya adalah tidak mungkin ada pengalihan hak atas tanah dari satu person kepada person lain. Bahkan pengalihan hak atas tanah dari satu kaum ke kaum yang lain. Realitas penguasaan dan kepemilikan tanah sebagaimana tersebut di atas tidak berarti tertutup kesempatan bagai pihak luar untuk mengambil manfaat dari suatu tanah ulayat. Apabila realitas di atas kita tank pada pembangunan pasar konveksi di Kanagarian Batu Palano Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam yang dilalcukan oleh koperasi Amur pada tanah ulayat melalui lembaga perjanjian. Namun demikian yang menarik dari pembangunan pasar konveksi ini adalah menyanglcut fungsi dari tanah. Hal ini disebabkan karena pasar konveksi tersebut dibangun di atas tanah ulayat masyarakat. Sebagai fenomena hulcum, sangat menarik untuk dikaji proses pemanfaatan tanah ualay dalam pembangunan pasar konveksi yang ditempuh oleh para pihak. Dan i hashl penelitian menunjukkan bahwa pola pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan personal (Personal approach) antara pihak koperasi dengan elit-elit tradisionil sehingga keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang berasal dari atas. Selanjutnya dari basil penelitian diketahui bahwa pemanfaatan tanah ulayat dalam pembangunan pasar konveksi dilakukan dengan perjanjian sewa menyewa untuk jangka walctu 35 tahun. Setelah jangka walctu berakhir tanah hams kembali kapada pemiliknya. Hal ini sesuai dengan prinsip dari tanah ulayat di Minangkabau yang tidak boleh untuk memindahtangankan tanah untuk selama-lamanya pada pihak lain. Namun peijanjian yang telah dialakukan menimbulkan persoalan hukum dimana koperasi telah melakukan tindakan yang tidak disebut dalam perjanjian sewa menyewa. Tindakan yang dimaksud dimana koperasi telah menjual unit-unit ruko kepada para pedagang.Hal ini seakan-akan melapaskan hubungan hukum antara koperasi dengan pemilik tanah.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:11174
Deposited By:Mr UPT Perpus 2
Deposited On:21 May 2010 11:45
Last Modified:21 May 2010 11:45

Repository Staff Only: item control page