Patria, Riza Yudha (2002) KEBIJAKAN PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN NASIONAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKSISTENSI HAK ULAYAT DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PROPINSI LAMPUNG. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 4Mb |
Abstract
The live of custom communities depends fully on land, land is unseparable part from custom communities with all it's resources. This spiritual and cultural relationship with land is one of prominent characteristic that differentiate between custom communities and another local communities that view a land merely an economic goods. Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA) was tried to acknowledge adat law, it's means that adat law is a part of national legal system, but in practice it was far away from reality, including unclear means of "hak adat" (custom right) and "hak ulayat" (ulayat right) in UUPA, and the absence of legislation rule about custom right. The result from the absence of legislation rule about custom right, authorities (government) interpreting through policy. Government interpreted through Undang-undang (act), that result in elimination practice of custom right for land and natural wealth or resources by government and private bodies, commonly by New Order Government shaded behind Pasal (section) 33 (3) UUD 1945 and public interest. Development politics both by New Order and reformation Order government that produce multiple legal product such as in forest sector (UU no 5/1967 an its derivation followed by UU no 41/1999 and it's derivation, Konsep Tata Guna Hutan Kesepakatan enacted in 1970's) and others, has placed custom land ownership as "land of state" and custom forrest as "forrest of state". By one sidedness, part of custom area cathegorized as production and conversion forrest was given to another parties (private and state firms) by government. Even custom Forrest that cathegorized as an conservation and protected forrest managed by government itself. These allocation and forrest management policies systematically destroy custom natural resources management roots in custom genuine. Development applied by government in one side has became poverty source for custom communities, and sustainable conflict source with government agent and company that have strong capital. They even become a victims of damaged forrest ecology as a result of concession system (HPH/HTI). They also removed by HGU given to plantation companies. Kehidupan masyarakat adat sepenuhnya tergantung dengan tanah, tanah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat adat dengan segala sumber daya yang ada didalamnya. Ikatan spiritual dan kultural yang kuat dengan tanah ini bahkan merupakan salah satu ciri paling menonjol yang membedakan antara masyarakat adat dengan penduduk lokal lainnya yang memandang tanah hanya semata-mata barang ekonomi. Undang-undang Pokok Agraria 1960 (UUPA) telah mencoba mewujudkan pengakuan hukurn adat, yang berarti hukurn adat didudukkan dalam sistem hukurn nasional, tetapi dalam praktek penerapan maupun peraturan turunannya jauh dari kenyataan, disamping itu ketidak jelasan apa yang dimaksud dengan "hak adat" dan "hak ulayat" di dalam UUPA, dan juga tidak adanya peraturan perundangan mengenai hak adat. Karena tidak ada peraturan perundangan rnengenai hak adat maka penguasa (pemerintah) menafsirkan dengan interprestasi melalui kebijakan. Pemerintah menafsirkan apa yang dikehendakinya maka pemerintah menjalankan hukum berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Undang-undang, yang alchimya terjadi praktek-praktek penghilangan hak adat terhadap tanah dan kekayaan swnber daya alam yang menyertainya, yang dilakukan oleh pemerintah, badan-badan pemerintah dan swasta, ini lazim dilakukan oleh pemerintah Orde Baru yang selalu berlindung kepada Pasal 33 (3) UUD 1945 dan kepentingan umum. Politik pembangunan yang dilakukan baik oleh Orde Bam maupun pemerintah Orde Reformasi yang memproduksi berbagai produk hukurn seperti di bidang kehutanan (UU no 5 /1967 dan turunannya dilanjutkan dengan UU no 41/1999 dan turunannya, Konsep Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dimulai sejak tahun 1970-an) dan lain-lain, telah menempatkan kepemilikan tanah adat sebagai "tanah negara" dan hutan adat menjadi "hutan negara". Secara sepihak bagian dari wilayah adat yang dikategorikan sebagai hutan produksi dan konversi kemudian oleh pemerintah diserahkan hak pengusahaannya ke pi hak lain (perusahaan swasta dan perusahaan negara). Bahkan hutan adat yang dikategorikan sebagai hutan konservasi dan hutan lindung dikelola sendiri oleh pemerintah. Kebijakan alokasi dan pengelolaan kawasan hutan seperti ini secara sistematis menghancurkan sistem-sistem pengelolaan sumber daya alam adat yang mengakar pada adat yang ash. Pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah pada sisi lain telah menjadi sumber kemiskinan masyarakat adat, juga sumber konflik yang berkelanjutan dengan instansi pemerintah dan perusahaan bermodal kuat. Mereka bahkan menjadi korban utama kerusakan ekologi hutan akibat sistem konsesi (HPH/HTI). Mereka juga digusur oleh pemberian HGU kepada perusahaan-perusahaan perkebunan.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary |
ID Code: | 11162 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 21 May 2010 11:07 |
Last Modified: | 21 May 2010 11:07 |
Repository Staff Only: item control page