Riantini, TaIla (2002) PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT MRANOGEN MITRAPERSADA KECAMATAN MRANGOEN KADDPATEN DEMAK. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 3080Kb |
Abstract
This thesis describes about a Bank Perkreditan Rakyat (BPR), that is BPR Mranggen Mitrapersada. In this writing not only the bank's development is described, but the writer also criticizes about a credit agreement conducted in that bank related to a contract freedom law principle which occurs in an agreement. The writer is interested in writing this, because according to some experts' opinions, there is a difference about whether a standardized and an already in society occurred credit agreement meets the legal condition of an agreement. The standardized credit agreement made by BPR evidently becomes the need of the parties, either the bank or the debtor, with a reason that it is more practical, easier, and more efficient, whereas about the right and the duty, each party already knows and trusts each other. Some scholars' opinions say that a standardized form of credit agreement is running against a contract freedom principle, because one of the parties, that is creditor, already decided the clauses of the agreement partially while the other party is just to agree or to not agree, so in this case the debtor is having the choices but not able to state its will. Because of the existence of the choices for the debtor, some parties say that this agreement is not running against the contract freedom principle. Apart from the pro and contra opinions, apparently in the practice a standardized form of credit agreement helps all parties to be more practical, save more time and to be easier in doing the transaction, so even though the penal provision has the interest that the contract freedom principle can be fulfilled, but apparently the society's interest is going to the different direction. Law protection to the weak party, that is the debtor, who because of the need of fund, agrees with any condition so that the credit can be realized, is very needed, especially in regulating the right and duty can be more balance in their positions as partners between the bank and debtor, so that a regulation about a clause which gives more freedom of responsibility to one party can be avoided as possible as it can be. That's why the role of the government and the public institution, which can value and watch the accomplishment of this standardized agreement, is needed. Thus it is hoped that there won't be a problem which based on the unbalance right and duty of each party, because in the practice, the credit agreement is apparently difficult to be used as a contract enforcement for a bank to be at law, because generally judges already judged that the importance of the debtor is weak and needed to protected. Therefore, to minimize or to avoid some problems in a credit agreement, it is best that since the beginning just before a credit started, a bank is obliged to make analysis and while charging a credit a bank has to hold an attentive principle along with a belief that the debtor will be able to and willing to pay back the fund they lend in conformity with the agreement. Last but not least, nothing is possible. The sincere aim from the heart is to work as good as possible, but because of some lacks, of course this thesis contains some weaknesses. That's why we welcome critiques and suggestions from everybody. Without subtracting the contributions from many parties, the responsibility over the manuscript's contents in this book is fully on us, the writer Tesis ini menggarnbarkan mengenai sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) , yaitu BPR Mranggen Mitrapersada Dalam penulisan ini selain menggambarkan perkembangan sebuah BPR, penults juga mengupas mengenai perjanjian !credit yang berlalcu di bank tersebut dilmbungkan dengan asas hukum kebebasan berkontrak yang terjadi dalam snafu perjanjian. Penulis tertarik menulis hal ini, karena berdasarkan beberapa pendapat ahli terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah perjanjian icredit yang dibuat secara baku dan sudah tedadi dalam masyarakat memenuhi syarat sahnya sebuah petjanjian. Perjanjian kredit yang dibuat oleh BPR dalam bentulc balcu, ternyata memang sudah menjadi kebutuhan bagi para. pihak, baik bank maupun • debitur, dengan alasan baltwa hal ini lebih praktis, mudah dan efisien, sedangkan mengenai halt dan kewajiban, masing-masing pihak sudah tahu dan sating percaya. Pendapat beberapa smjana mengatakan bahwa, perjanjian !credit dalam bentuk baku ini adalah melanggar asas kebebasan berkontrak, karena salah satu pihak yaitu kreditur secara sepihak suclah menentukan klausula-klausula clad perjanjian dan pihak lainnya tinggal setuju atatt tidak setuju, jacli dalam hal ini debitur yang mernpunyai pilihan tetapi tidalc dapat menyatakan kehendaknya Adanya unsur pilihan bagi debitur ini pula yang untuk sementara pihak dikatakan bahwa perjaMian !credit ini tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Terlepas dari pendapat pro clan kontra , pada kenyataannya dalam praktek, perjanjian !credit clalam bentuk baku menolong semua pihak dalam bertransaksi untuk lebih praktis, menghemat waktu dan memperinudah pelaksanaannya, sehing,ga meskipun aturan hukum berkepentingan agar asas kebebasan berkontrak ini dapat terpenuhi , namun kepentingan masyarakat ternyata berjalan dalam arah berlawanan. Perlindtmgan hukum bagi pihak yang lemah, yaitu debitur, yang karena kebutuhan dana, sehingga syarat apapun disetujuinya agar kredit dapat terealisasi, sangat diperlukan , terutama dalam pengaturan hak dan kevvajiban agar lebih seimbang dalam kedudukannya sebagai mitra antara bank dan debitur, sehingga sedapat mungkin dihindari ketentuan mengenai klausula yang labih membebaskan tanggung jawab salah satu pihak dengan lebih 1mw. Untulc itu diperlukan peranan Pemerintah dan lembaga publik yang dapat menilai dan mengawasi pelaksanaan perjanjian baku ini Dengan demilcian diharapkatt tidak akan timbul peratasalahan, yang beralasan bahwa hak dan kewajiban para pihak tidak seimbang, sebab dalam praktek ternyata perjanjian kredit ini Sit dijadikan contract enforcement bagi bank dalam bernerkara di Peogadilan, karena umumnya hakim sudah berapriori bahwa kepentingan pihak debitur adalah !email dan perlu dilindungi. Oleh karena itu untuk mengurangi atau menghindari permasalahan dalam perjanjian !credit, maka sebailmya sejak awal sebeltun dimulai kredit, bank wajib melakukan analisa dan pada saat membebankan !credit, Bank harus memegang prinsip kehati-hatian disertai dengan keyalcinan bahwa debitur alcan mampu dan sanggup mengembalilmn dana yang dipinjam sesuai dengan kesepakatan.Akhir kata, tiada gating yang talc retak. Maksud hail ingin berkarya sebaik¬baiknya, tetapi karena berbagai keterbatasan tentu tesis ini banyak mengandung kelemahan. Oleh karenanya, kritik dan saran dari siapaun sangat kami nantikan. Tanpa mengurangi kontribusi dari banyak pihak, tanggung jawab atas isi naskah dalam buku ini sepenuhnya ada pada karni, penulis
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
ID Code: | 11161 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 21 May 2010 11:03 |
Last Modified: | 21 May 2010 11:03 |
Repository Staff Only: item control page