KAJIAN HUKUM TERHADAP PENCATATAN KAWIN MAJAN DI DESA MAJAN YANG MERUPAKAN BEKAS DESA PERDIKAN DI KECAMATAN KEDUNGWARU KABUPATEN TULUNGAGUNG

NASIKAH, SITI (2003) KAJIAN HUKUM TERHADAP PENCATATAN KAWIN MAJAN DI DESA MAJAN YANG MERUPAKAN BEKAS DESA PERDIKAN DI KECAMATAN KEDUNGWARU KABUPATEN TULUNGAGUNG. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
2140Kb

Abstract

Desa Majan terletak di Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, tepatnya 4 Km Sebelah Utara Ibukota Kabupaten Tulungagung. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Awalnya Desa Majan merupakan desa perdikan, sejak tahun 1727 Palm Buwono II memberikan kuasa kepada Haji Chasan Mimbar untuk melaksanakan hokum nikah dan sebagainya di desa Majan bagi warga desa yang membutuhlcannya. Pemberian wewenang tersebut dituangkan dalam piagam berbahasa jawa yang ditulis dengan huruf arab gundul. Maka sejak saat itu dikenalah nikah seen Islam di desa Majan dengan sebutan Kawin Majan. Bagi warga desa yang telah melaksanakan kawin majan memperoleh surat keterangan nikah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Majan. Tanggal 18 Juni 1979 desa Majan dihapus sebagai desa perdikan sehingga kewenangan menikahkan juga dicabut. Sejak saat itu berlakulah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Desa Majan. Pada kenyataannya masih banyak warga desa yang memilih melaksanakan Kawin Majan daripada Nikah dengan melakukan Pencatatan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kedungwaru. Itu berarti Nikah yang mereka lakukan tanpa adanya Akta Nikah sama halnya dengan nikah dibawah tangan. Menurut tafsiran warga desa Majan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Agama Islam sedangkan pendaftaran adalah syarat administrasi raja, dilakukan ataupun tidak dilakukan tidak akan menyebabkan tidak sahnya perkawinan yang telah mereka lakukan. Mereka tidak menyadari bahwa suatu perkawinan yang tidak mempunyai akta perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat bagi pasangan swami istri clan generasi penerusnya. Sebab seorang anak akan bisa kehilangan haknya sebagai ahli waris dari bapaknya apabila dia tidak bisa membulctilcan bahwa dirinya adalah ahli waris yang sah dari bapaknya karena anak tersebut tidak dapat menunjukkan akta nikah kedua orang tuanya dan akta kelahirannya sendiri. Warga desa Majan tidak mengetahui bahwa akta perkawinan dan akta kelahiran berlaku sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna termasuk salinan maupun kutipan akta kelahiran maupun akta perkawinan. Alasan mereka tetap memilih melaksanakan kawin Majan walaupun tidak mempunyai akta nikah karena menurut mereka bahwa untuk mengurus pendaftaran perkawinan di Kantor Urusan Agama memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup tinggi, yang tidak terjanglcau oleh mereka. Dan mereka menganggap bahwa pendaftaran dan pencatatan perkawinan itu dalam pengurusannya akan menemui birokrasi yang berbelit-belit. Majan village located in kedungwaru district, Tulungagung regent, approximately about 4 km in the north side from the Tulungagung regent. Islam is the major religion. In the beginning Majan is a perdikan village, since 1727 Paku Buwono II give the power to haji Chasan Mimbar doing the law of marriage and many others things in Majan village to all the people that needing his help. The giving of the power is written in Arabic alphabet and in Java language. So since that time marriage in Islam is recognized in Majan Village, called Majan marriage. To the villager who is having Majan marriage, they will receive a marriage certificate issued by the Majan local government. 18 June 1979 Majan village is erased as the perdikan village, and the power to marriage people is erased too. Since the time, the law no 1 year 1974 is valid about the marriage of Majan. In facts there are still many villager who choose to have Maja marriage than doing registration in religion office in the Kedungwam district. That is mean the marriage that they are having is unofficial. According to Majan villager official marriage is done when they are marriage under the law of Islam but registration is a administration requirements, even it is done or not it will not caused their marriage into unofficial. They do not realize that marriage that did not have a marriage certificate will not have the power of law for husband and wife and for their next generations. Because a child will lose, his inherits form his father if he can not prove him self as the real inherit from the father, If the child can not show the marriage certificate from his parents and his birth certificate. Majan villager did not know that marriage certificate and birth certificate could be used as a real certificate that having the proving power includes the copy or quote or even the marriage certificate. The only reason that they are still using Majan marriage even they do not having marriage certificate because they think that registering their marriage to local religion office is expensive and taking long time to fmish. Moreover, they think that registering their marriage will take complicated bureaucracy.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:10971
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:19 May 2010 17:16
Last Modified:19 May 2010 17:16

Repository Staff Only: item control page