Indriyanto, Indriyanto (2007) PERTENTANGAN POLITIK SOEKARNO-HATTA. In: Pertentangan Sukarno-Hatta: Etika Politik dalam Perspektif Sejarah dan Hukum, 15 Maret 2007, Fakultas Sastra UNDIP Semarang . (Submitted)
| PDF - Published Version 37Kb |
Official URL: http://www.sastra.undip.ac.id/sejarah/
Abstract
Dalam sejarah pergerakan nasional dan kontemporer Indonesia, peranan para tokoh sejarah memegang kunci bagi kemerdekaan Indonesia. Sejarah para tokoh dan organisasi serta tujuannya banyak menghiasi perjalanan bangsa Indonesia. Pada masa lalu mereka menjadi penganjur terwujudnya cita-cita kemerdekaan dan kedaulatan rakyat. Mereka banyak terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan konflik politik yang terus menerus sesuai dengan perkembangan jaman. Setelah Indonesia merdeka, mereka dihadapkan pada persoalan bagaimana mempraktekkan apa yang dicita-citakan dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Di antara mereka yang menarik untuk dibahas adalah Soekarno-Hatta, karena keduanya berhasil menjadi pimpinan puncak ketika Indonesia merdeka hingga mereka kemudian “berpisah” secara baik-baik karena keyakinan politik yang berbeda. Akhirnya, tingkah laku politik kedua tokoh ini kemudian banyak menjadi kajian berbagai ilmu. Namun demikian, seruncing apapun konflik tersebut, ternyata tidak memunculkan bentuk-bentuk perilaku politik yang cenderung anarki di antara keduanya. Mereka selalu menunjukkan persatuan dan kekompakan dalam hubungan sosial maupun kekeluargaan. Hal ini ditunjukkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta hingga akhir hayat mereka. Satu hal yang patut kita renungkan adalah bagaimana kita menyikapi tingkah laku sebuah pertentangan politik tanpa harus meninggalkan demokrasi dan hukum. Adakah konflik politik antara Soekarno dan Hatta yang bisa diambil sebagai pelajaran? Sebenarnya banyak teori dan pendekatan yang mencoba menganalisis tentang tingkah laku politik dalam kaitannya dengan moral, etika, budaya, maupun norma politik. Namun yang lebih penting dalam praktek politik, adalah aplikasi norma politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Siapa yang dituju oleh norma politik adalah masyarakat, baik sebagai penguasa atau pemerintah dan warga masyarakat itu sendiri. Sementara tingkah laku politik menyangkut dua sisi, yaitu sisi ideal yang berasal dari pikiran dan perasaan manusia, dan sisi lingkungan tempat manusia hidup. Perjalanan politik kedua tokoh sejarah ini tidak bisa dilepaskan dengan pikiran, perasaan dan lingkungan hidup yang mempengaruhinya. Pengaruh inilah yang kemudian memperlihatkan perbedaan pandangan dan tindakan mereka dalam praktek politik. Sementara itu, dalam proses berpolitik, orientasi berpikir, prioritas kepentingan dan cita-cita, serta kebijaksanan dari para pelaku politik semakin mengental menjadi kultur politik. (Apter, 1977) Sudah tentu, bahwa kultur politik yang menjadi background dari tingkah laku politik seseorang dalam aplikasinya berupaya untuk mencapai suatu cita-cita negara. Tingkah laku politik seseorang harus didasari oleh norma dan etika yang berfungsi sebagai moral politik dari para politisi. Oleh karena itu untuk mencapai suatu cita-cita negara, belumlah cukup bila para politisi hanya didukung oleh kesadaran etis saja, tetapi juga produk-produk peraturannnya harus dilandasi oleh moral. Dengan demikian, segala tindakan harus didukung oleh perasaan kesusilaan bahwa hak negara dan politisi ada batasnya, ada hukum yang mengatur di dalamnya.
Item Type: | Conference or Workshop Item (Paper) |
---|---|
Subjects: | D History General and Old World > D History (General) > D839 Post-war History, 1945 on |
Divisions: | Faculty of Humanities > Department of History |
ID Code: | 1075 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 02 Oct 2009 14:12 |
Last Modified: | 07 Oct 2009 09:17 |
Repository Staff Only: item control page