KEDUDUKAN ANAK TUNGGU TUBANG DALAM PEWARISAN MASYARAKAT ADAT SUKU SEMENDO DI KOTA PALEMBANG

ISKANDAR, ISKANDAR (2003) KEDUDUKAN ANAK TUNGGU TUBANG DALAM PEWARISAN MASYARAKAT ADAT SUKU SEMENDO DI KOTA PALEMBANG. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
2030Kb

Abstract

Kedudukan Anak Tunggu Tubang Dalam Pewarisan Masyarakat Adat Suku Semendo Di Kota Palembang Oleh: ISKANDAR,SH Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum wads adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama betum tentu berlaku sistem kewarisan yang sama.Hukum kewarisan merupakan bagian yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum dan lazim disebut meninggal dunia. Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pendekatan Yuridis Empiris, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer, yang dikumpulkan dengan cars studi kepustakaan dan studi lapangan (wawancara), data yang telah terkumpul lalu dianaiisis secara analisa kualilatatif. Falsafah dari adat 'tunggu tubang' merupakan pusat jala, artinya di sanalah tempat seluruh anggota keluarga berkumpul. Hal ini merupakan simbol bahwa 'tunggu tubang', utamanya rumah, sebagai tempat pulang gala) di manapun keluarga itu berada. Sehingga dengan demikian 'tunggu tubang' merupakan simbol untuk mengetahui asal usul keluarga. Adanya konsep "tunggu tubang" ini pada awalnya memang menyebabkan anak laki-laki yang telah berkeluarga "mencar" mencari sumber kehidupan keluarga (dalam bahasa setempat disebut "anak ambur-amburan' atau `semendo rajo-rajo"). Dikaitkan dengan nilai-nilai falsafah yang terdapat dalam adat 'tunggu tubang", mengakibatkan anak laki-laki yang telah berkeluarga berupaya mencari sumber penghidupan baru. Pada umumnya pencarian sumber penghidupan baru ini sangat tergantung kepada hutan, yang kemudian dirambah, hal ini terpaksa dilakukan karena kurangnya tingkat pendidikan dan kesadaran akan lingkungan dari masyarakat adat Suku Semendo. Sistem kewarisan mayorat di masyarakat adat Semendo di Kota Palembang dewasa ini merupakan sistem mayorat yang hanya pelimpahan semata-mata untuk tanggung jawab, yaitu tanggung jawab terhadap harta peninggalan orang tua yang telah meninggal dunia kepada ahak tertua perempuan (tunggu tubang). The Position of "Tunggu Tubang" Child in The Custom Community Heritage of Semendo Tribe in Palembang City. By: ISKANDAR, SH The custom heritage law in Indonesia is not out of the differences in the effect of kinship community structure. The custom heritage law have it's own pattern of people's traditional way of thinking with the kinship form which have a patrilineal generation system, matrilineal parental, or bilateral, although in a form of the same kinship form is not always valid the same heritage system. The and reflecting the law system and form which is valid in community. Because the heritage la% is related with the human life scope, that every human must will have events, that is a legal event and commonly called passed away. In this research the writer employed the juridical empiric approach method. The data employed in this research are secondary and primary data, collected by the library study and field study (interview). Then the data collected were analyzed qualitatively. The philosophy of this custom is that "Tunggu Tubang" is the center of net, it means, it is a place for the whole family members together. It is a symbol that "tunggu tubang", especially home, as the place to go home (net) where the family are exist. So that, "tunggu tubang" is a symbol to know the origin of family. The existence of this "tunggu tubang" concept, initially caused the married son was "mencar" to earn for family's source of life (in local language it is called "anak ambur-amburan" or "semendo rajo-rajo"). Related whit philosophy values, which are in "tunggu tubang" custom cause the married son, strive to earn for the new life sources. Commonly, the earning of new life sources depend on forest very much which is explored. The are forced to do this because the lack of education level and the awareness on environment of Semendo Tribe people. The majorette heritage system in the custom community of Semendo in Palembang City recently is a majorette system that is only a transfer of responsibility, that is, the responsibility on the heritage treasure of parent who were passed away to the oldest daughter (tunggu tubang).

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:10748
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:17 May 2010 19:38
Last Modified:17 May 2010 19:38

Repository Staff Only: item control page